Minggu, 21 Juni 2015

Leadership

Selama ini banyak pemahaman yang keliru tentang arti pemimpin. Pada umumnya orang melihat pemimpin adalah sebuah kedudukan atau sebuah posisi semata dengan menghalalkan berbagai cara dalam mencapainya tujuan tersebut. Mulai dari membeli kedudukan dengan uang, menjilah atasan, menyikut kanan-kiri atau cara lain demi mengejar posisi pemimpin. Akibatnya hal tersebut melahirkan pemimpin yang tidak dicintai, tidak disegani, tidak ditaati, dan bahkan dibenci. Pemimpin ini akan mempergunakan kekuasaannya untuk mengarahkan, memperalat, ataupun menguasai orang lain, supaya orang lain mengikutinya.

Disekitar kita, banyak sekali contoh pemimpin dengan tipikal, gaya dan prinsipnya masing-masing. Ada pemimpin yang sangat menonjol prestasi kerja dan integritasnya, tetapi tidak dicintai oleh lingkungannya. Sebaliknya ada seorang pemimpin yang ramah dan peka sangat baik hati serta pandai bergaul, tetapi dia agak lamban dan kurang disiplin. Apalagi pemimpin yang berprestasi, kinerjanya menonjol serta pandai bergaul, tetapi dia sangat sibuk dengan pekerjaannya sendiri, sehingga orang lain tidak tahu apa yang sedang dikerjakannya. Dia tidak pernah membimbing bawahannya. Namun ada juga pemimpin yang dicintai, kerjanya sungguh-sungguh dan suka membimbing, tetapi setelah sekian tahun para pengikutnya mulai menyadari bahwa bimbingan yang diberikan, dirasakan bertentangan dengan suara hati nurani.

Tingkat keberhasilan seseorang sangat ditentukan pada seberapa tinggi tingkat kepemimpinannya. Tingkat kepemimpinan seseorang juga menentukan seberapa besar dan seberapa jauh tingkat pengaruhnya. Begitu banyak pemimpin-pemimpin populer caliber dunia yang dilahirkan di muka bumi ini, tetapi pengaruhnya hanya beberapa waktu saja. Kemudian pengaruhnya hilang ditelan zaman. Sebut saja Winston Churchill, Leonid Bresnev, Jendral Mc Arthur, Kaisar Hirohito. Semua hanya tinggal kenangan saja, pengaruhnya bisa dikatakan hilang atau bisa dikatakan sedikit yang tersisa. Tetapi pemimpin-pemimpin yang diturunkan Tuhan, seperti Daud, Musa, Ibrahim Muhammad dll pengaruhnya begitu kuat, meskipun mereka telah tiada. Kepemimpinan mereka, sanagt sesuai dengan hati nurani, bisa diterima akal sehat atau logika. Itulah yang menyebabkan keabadian pengaruh dari para Nabi dan Rasul.

Berdasarkan kondisi diatas, jika kita ingin menjadi pemimpin yang baik, maka kita harus melewati tangga kepemimpinan sebagaimana Rasulullah Saw.

Pemimpin yang dicintai
Kita bisa mencintai orang lain tanpa memimpin mereka, tetapi kita tidak bisa memimpin orang lain tanpa mencintai dan dicintai mereka. Pernyataan ini, dapat melukiskan bahwa seorang pemimpin harus mampu berhubungan secara baik dengan orang lain, dengan dicintai mereka menunjukkan prestasi kerja yang telah kita kerjakan. Tangga ini tidak boleh tidak dilewati, apabila dilewati akibatnya orang lain tidak akan mendukung kita, karena mereka tidak menyukai kita.

Berdasarkan buku sejarah Hidup Muhammad yang menambah dakwah itu berkembang sebenarnya karena teladan yang diberikan oleh Nabi Muhammad sangat baik sekali; hak setiap orang ditunaikan. Pandangannya kepada orang lemah, terhadap piatu, orang yang sengsara dan miskin adalah pandangan seorang yang penuh kasih dan lemah lembut. Nabi Muhammad telah melalui tangga ini untuk menjadi seorang pemimpin yang dicintai. Beliau juga orang yang sangat jujur, sehingga dijuluki al-Amin atau orang yang dipercaya, inilah contoh sifat seorang pemimpin yang adil dan bijaksana.

Pemimpin yang dipercaya.
Pernah suatu saat Uthbah berbicara kepada Nabi Muhammad, orang Quraisy ini menawarkan harta, pangkat, bahkan kedudukan sebagai raja. Muhammad menjawab dengan membacakan surat as-Sajadah ayat 1,2,3, Uthbah diam mendengarkan kata-kata yang begitu indah. Dilihatnya sekarang yang berdiri bukanlah laki-laki yang didorong oleh ambisi harta, ingin kedudukan atau kerajaan - melainkan orang yang ingin menunjukkan jalan kebenaran, mengajak orang kepada kebaikan. Ia mempertahankan sesuatu dengan cara baik dengan kata-kata yang penuh mukjizat. Inilah kepemimpinan yang bisa dipercaya, ia memegang teguh prinsip tidak tergoda oleh rayua harta atau kedudukan, yang akan menghancurkan dan menarik kepercayaan yang telah diperolehnya dari pengikutnya. Bahkan Nabi Muhammad mampu menolak tawaran tersebut dengan cara mempesona.

Pembimbing
Seorang pemimpin yang berhasil bukanlah karena kekuasaannya, tetapi karena kemampuannya memberikan motivasi dan kekuatan kepada orang lain. Seorang pemimpin bisa dikatakan gagal apabila tidak berhasil memiliki penerus. Pada tangga inilah puncak loyalitas dari pengikutnya akan terbentuk. Tangga pertama akan menghasilkan pemimpin yang dicintai; tangga kedua akan menghasilkan pemimpin yang memperoleh kepercayaan karena integritasnya; dan pada tangga ketiga ini akan tercipta loyalitas, kader penerus dan sekaligus meraih kesetiaan dari pengikutnya.

Rasulullah sering memberikan nasehat, petunjuk, serta contoh kepada para sahabatnya untuk membimbing mereka guna mencapai kebahagiaan. Hampir semua nasehat, contoh-contoh perilaku Nabi Muhammad diabadikan di dalam buku hadisnya. Hingga saat ini pemikiran itu tetap bisa memperoleh bimbingannya, meski sudah usia 1400 tahun lebih lamanya! Inilah contoh bimbingan dan metode pendelegasian yang sempurna dari Nabi Muhammad sehingga pengaruhnya masih tetap kuat hingga kini.

Pemimpin yang berkepribadian
Pada waktu perang Badar Nabi Muhammad beserta rombongannya berhenti di dekat mata air, ada seorang yang bernama Hubab bin Mundhir bin Jamuh, orang yang paling banyak mengenal tempat itu, setelah dilihatnya Nabi turun di tempat tersebut, ia bertanya “Rasulullah, bagaimana pendapat tuan berhenti di tempat ini? Kalau ini sudah wahyu Tuhan, kita tak akan maju dan mundur setapak pun dari tempat ini. Atau ini hanya taktik belaka? Sekedar pendapat dan taktik perang,” jawab Muhammad. “Rasulullah, kalai begitu, tidak tepat kitaa berhenti disini, mari kita pindah sampai ke tempat mata air terdekat dari mereka (musuh), lalu sumur-sumur kering yang dibelakang itu kita timbun. Selanjutnya kita membuat kolam, kita isi air sepenuhnya. Barulah kita hadapi mereka berperang. Kita akan mendapat air minum, mereka tidak.” Melihat saran yang begitu tepat itu, Muhammad dan rombongannya segera bersiap-siap mengikuti pendapat temannya itu.

Inilah sebuah teladan dari sikap demokratis Nabi Muhammad dimana dia mendahulukan dan mendukung pendapat dari salah satu anak buahnya di muka para pengikutnya, meskipun di adalah seorang Rasul yang sangat disegani.

Pemimpin Abadi
Saat ini memang ada pemimpin yang sudah dicintai, dipercaya, dan juga pembimbing yang baik, tetapi umumnya pengaruhnya berhenti pada suatu masa saja. Sifat ajaran Nabi Muhammad adalah intelektual dan spiritual. Prinsipnya adalah mengarahkan orang kepada kebenaran, kebaikan, kemajuan, dan keberhasilan. Metode ilmiah demikian ini adalah yang terbaik yang pernah ada di muka bumi ini, khususnya di bidang kepemimpinan dan akhlak, yang mampu memberikan kemerdekaan berpikir dan tidak menentang kehendak hati nurani yang bebas, tidak ada unsur paksaan yang menekan perasaan.

Apabila semakin kita pelajari kepribadiannya, nasehat dan ajarannya maka terasa begitu alami dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Inilah tingkat kepemimpinan yang tinggi yaitu pemimpin yang abadi cara berpikir dan pengaruhnya akan terus berjalan samapai akhir zaman. Inilah dasar yang diletakkan oleh Nabi Muhammad dalam membangun perdaban baru yang sesuai dengan fitrah manusia. - See more at: http://fahmyzone.blogspot.com/2015/03/prinsip-dan-tangga-kepemimpinan.html#sthash.ruXCKx1h.dpuf
Berbicara mengenai kepemimpinan setiap pemipmpin ada yang muncul karena bawaan (born) atau karena dibentuk (made) , karena sesungguhnya pada setiap diri manusia yang dilahirkan memiliki jiwa kepemimpinan untuk mengontrol dirinya masing-masing (self), sehingga leadership bukan hanya ada dalam team atau organisasi tetapi juga ada pada diri masing-masing orang.

Seorang pemimpin harus memiliki sifat-sifat kepemimpinan sehingga mencerminkan bahwa ia adalah pemimpin yang baik, minimal seorang pemimpin harus menampakkan ciri-ciri seperti :
1. visioner (memiliki cara pandang dan cara melihat yang jauh kedepan.
2. harus memiliki tujuan yang jelas
3. harus faith (yakin) dengan tujuan yang telah dibuat
4. harus percaya dengan mimpi yang telah dibangun
5.  harus memiliki harapan dan yakin bisa mewujudkan harapan tersebut
6. pemimpin tidak boleh mempunya niat ganda (harus mempunyai niat dan tekad yang bulat, tidak      boleh mengharapkan imbalan)


 Power & Polites 
  • Apakah sebuah team bisa meng create sang pemimpin
  • kita harus sadar apakah kita sudah pantas untuk menempari posisi seorang pemimpin, karena untuk mencapai hal tersebut haruslah dimulai dari bawah, melewati tangga-tangga / langkah-langkah sebelum mencapai puncak untuk menjadi seorang pemimpin
  • harus diperhatikan oleh kita, jangan sampai kia bergabung dengan organisasi yang tidak membuat kita menjadi apa-apa, sehingga kita berada dalam keadaan yang tidak perduli lagi dengan apa yang kita dapat.
  • untuk mencari atau menemukan kebenaran dari sebuah proses sebuah kelompok/organisasi, kita haruslah turun ke bagian paling bawah dari kelompok/organisasi tersebut.

Berbicara mengenai pemimpin tentulah setiap orang memiliki idola seorang tokoh pemimpin yang bisa jadi akan diadikan role model ketika ia menjadi seorang pemimpin nantinya,  pada kesempatan kali ini saya mengidolakan seorang tokoh pemimpin dalam agama islam yang merupakan nabi terakhir dalam umat islam dimana ia adalah seorang pemimpin dengan segala teladan dan kearifannya, yakni baginda Rasulullah, nabi besar Muhammad SAW, sang rahmatan lil alamin, sebagai seorang muslimah sangatlah wajar beliau dijadikan tokoh idola karena dari sejarah dan catatan kepemimpinan beliau sangatlah banyak hal yang dapat dijadikan contoh atau teladan untuk zaman sekarang ini.

Berikut ini akan dibahas sedikit mengenai kepemimpinan Rasulullah SAW, apa yang menyebabkan ia begitu pantas untuk diidolakan oleh setiap umat muslimin dan muslimat. Selama ini banyak pemahaman yang keliru tentang arti pemimpin. Pada umumnya orang melihat pemimpin adalah sebuah kedudukan atau sebuah posisi semata dengan menghalalkan berbagai cara dalam mencapainya tujuan tersebut. Mulai dari membeli kedudukan dengan uang, menjilah atasan, menyikut kanan-kiri atau cara lain demi mengejar posisi pemimpin. Akibatnya hal tersebut melahirkan pemimpin yang tidak dicintai, tidak disegani, tidak ditaati, dan bahkan dibenci. Pemimpin ini akan mempergunakan kekuasaannya untuk mengarahkan, memperalat, ataupun menguasai orang lain, supaya orang lain mengikutinya.

Disekitar kita, banyak sekali contoh pemimpin dengan tipikal, gaya dan prinsipnya masing-masing. Ada pemimpin yang sangat menonjol prestasi kerja dan integritasnya, tetapi tidak dicintai oleh lingkungannya. Sebaliknya ada seorang pemimpin yang ramah dan peka sangat baik hati serta pandai bergaul, tetapi dia agak lamban dan kurang disiplin. Apalagi pemimpin yang berprestasi, kinerjanya menonjol serta pandai bergaul, tetapi dia sangat sibuk dengan pekerjaannya sendiri, sehingga orang lain tidak tahu apa yang sedang dikerjakannya. Dia tidak pernah membimbing bawahannya. Namun ada juga pemimpin yang dicintai, kerjanya sungguh-sungguh dan suka membimbing, tetapi setelah sekian tahun para pengikutnya mulai menyadari bahwa bimbingan yang diberikan, dirasakan bertentangan dengan suara hati nurani.

Tingkat keberhasilan seseorang sangat ditentukan pada seberapa tinggi tingkat kepemimpinannya. Tingkat kepemimpinan seseorang juga menentukan seberapa besar dan seberapa jauh tingkat pengaruhnya. Begitu banyak pemimpin-pemimpin populer caliber dunia yang dilahirkan di muka bumi ini, tetapi pengaruhnya hanya beberapa waktu saja. Kemudian pengaruhnya hilang ditelan zaman. Sebut saja Winston Churchill, Leonid Bresnev, Jendral Mc Arthur, Kaisar Hirohito. Semua hanya tinggal kenangan saja, pengaruhnya bisa dikatakan hilang atau bisa dikatakan sedikit yang tersisa. Tetapi pemimpin-pemimpin yang diturunkan Tuhan, seperti Daud, Musa, Ibrahim Muhammad dll pengaruhnya begitu kuat, meskipun mereka telah tiada. Kepemimpinan mereka, sanagt sesuai dengan hati nurani, bisa diterima akal sehat atau logika. Itulah yang menyebabkan keabadian pengaruh dari para Nabi dan Rasul.

Berdasarkan kondisi diatas, jika kita ingin menjadi pemimpin yang baik, maka kita harus melewati tangga kepemimpinan sebagaimana Rasulullah Saw.

Pemimpin yang dicintai
Kita bisa mencintai orang lain tanpa memimpin mereka, tetapi kita tidak bisa memimpin orang lain tanpa mencintai dan dicintai mereka. Pernyataan ini, dapat melukiskan bahwa seorang pemimpin harus mampu berhubungan secara baik dengan orang lain, dengan dicintai mereka menunjukkan prestasi kerja yang telah kita kerjakan. Tangga ini tidak boleh tidak dilewati, apabila dilewati akibatnya orang lain tidak akan mendukung kita, karena mereka tidak menyukai kita.

Berdasarkan buku sejarah Hidup Muhammad yang menambah dakwah itu berkembang sebenarnya karena teladan yang diberikan oleh Nabi Muhammad sangat baik sekali; hak setiap orang ditunaikan. Pandangannya kepada orang lemah, terhadap piatu, orang yang sengsara dan miskin adalah pandangan seorang yang penuh kasih dan lemah lembut. Nabi Muhammad telah melalui tangga ini untuk menjadi seorang pemimpin yang dicintai. Beliau juga orang yang sangat jujur, sehingga dijuluki al-Amin atau orang yang dipercaya, inilah contoh sifat seorang pemimpin yang adil dan bijaksana.

Pemimpin yang dipercaya.
Pernah suatu saat Uthbah berbicara kepada Nabi Muhammad, orang Quraisy ini menawarkan harta, pangkat, bahkan kedudukan sebagai raja. Muhammad menjawab dengan membacakan surat as-Sajadah ayat 1,2,3, Uthbah diam mendengarkan kata-kata yang begitu indah. Dilihatnya sekarang yang berdiri bukanlah laki-laki yang didorong oleh ambisi harta, ingin kedudukan atau kerajaan - melainkan orang yang ingin menunjukkan jalan kebenaran, mengajak orang kepada kebaikan. Ia mempertahankan sesuatu dengan cara baik dengan kata-kata yang penuh mukjizat. Inilah kepemimpinan yang bisa dipercaya, ia memegang teguh prinsip tidak tergoda oleh rayua harta atau kedudukan, yang akan menghancurkan dan menarik kepercayaan yang telah diperolehnya dari pengikutnya. Bahkan Nabi Muhammad mampu menolak tawaran tersebut dengan cara mempesona.

Pembimbing
Seorang pemimpin yang berhasil bukanlah karena kekuasaannya, tetapi karena kemampuannya memberikan motivasi dan kekuatan kepada orang lain. Seorang pemimpin bisa dikatakan gagal apabila tidak berhasil memiliki penerus. Pada tangga inilah puncak loyalitas dari pengikutnya akan terbentuk. Tangga pertama akan menghasilkan pemimpin yang dicintai; tangga kedua akan menghasilkan pemimpin yang memperoleh kepercayaan karena integritasnya; dan pada tangga ketiga ini akan tercipta loyalitas, kader penerus dan sekaligus meraih kesetiaan dari pengikutnya.

Rasulullah sering memberikan nasehat, petunjuk, serta contoh kepada para sahabatnya untuk membimbing mereka guna mencapai kebahagiaan. Hampir semua nasehat, contoh-contoh perilaku Nabi Muhammad diabadikan di dalam buku hadisnya. Hingga saat ini pemikiran itu tetap bisa memperoleh bimbingannya, meski sudah usia 1400 tahun lebih lamanya! Inilah contoh bimbingan dan metode pendelegasian yang sempurna dari Nabi Muhammad sehingga pengaruhnya masih tetap kuat hingga kini.

Pemimpin yang berkepribadian
Pada waktu perang Badar Nabi Muhammad beserta rombongannya berhenti di dekat mata air, ada seorang yang bernama Hubab bin Mundhir bin Jamuh, orang yang paling banyak mengenal tempat itu, setelah dilihatnya Nabi turun di tempat tersebut, ia bertanya “Rasulullah, bagaimana pendapat tuan berhenti di tempat ini? Kalau ini sudah wahyu Tuhan, kita tak akan maju dan mundur setapak pun dari tempat ini. Atau ini hanya taktik belaka? Sekedar pendapat dan taktik perang,” jawab Muhammad. “Rasulullah, kalai begitu, tidak tepat kitaa berhenti disini, mari kita pindah sampai ke tempat mata air terdekat dari mereka (musuh), lalu sumur-sumur kering yang dibelakang itu kita timbun. Selanjutnya kita membuat kolam, kita isi air sepenuhnya. Barulah kita hadapi mereka berperang. Kita akan mendapat air minum, mereka tidak.” Melihat saran yang begitu tepat itu, Muhammad dan rombongannya segera bersiap-siap mengikuti pendapat temannya itu.

Inilah sebuah teladan dari sikap demokratis Nabi Muhammad dimana dia mendahulukan dan mendukung pendapat dari salah satu anak buahnya di muka para pengikutnya, meskipun di adalah seorang Rasul yang sangat disegani.

Pemimpin Abadi
Saat ini memang ada pemimpin yang sudah dicintai, dipercaya, dan juga pembimbing yang baik, tetapi umumnya pengaruhnya berhenti pada suatu masa saja. Sifat ajaran Nabi Muhammad adalah intelektual dan spiritual. Prinsipnya adalah mengarahkan orang kepada kebenaran, kebaikan, kemajuan, dan keberhasilan. Metode ilmiah demikian ini adalah yang terbaik yang pernah ada di muka bumi ini, khususnya di bidang kepemimpinan dan akhlak, yang mampu memberikan kemerdekaan berpikir dan tidak menentang kehendak hati nurani yang bebas, tidak ada unsur paksaan yang menekan perasaan.

Apabila semakin kita pelajari kepribadiannya, nasehat dan ajarannya maka terasa begitu alami dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Inilah tingkat kepemimpinan yang tinggi yaitu pemimpin yang abadi cara berpikir dan pengaruhnya akan terus berjalan samapai akhir zaman. Inilah dasar yang diletakkan oleh Nabi Muhammad dalam membangun perdaban baru yang sesuai dengan fitrah manusia.


See more at: http://fahmyzone.blogspot.com/2015/03/prinsip-dan-tangga-kepemimpinan.html#sthash.ruXCKx1h.dpuf

Memimpin Ala Rasulullah SAW 

Sejarah ditulis atas kepemimpinan yang menang. Namun esensi dari seorang pemimpin bukan hanya soal kemenangan yang ia raih. Tapi kebermanfaatan dan kesejahteraan yang timbul dari kemenangan yang ia raih tersebut. Ketika menjadi pemimpin, begitu banyak pilihan dan hal yang dapat dilakukan atas nama kekuasaan. Termasuk metode yang digunakan dan visi yang hendak dicapai. Tentang konsep kepemimpinan, terdapat banyak literasi yang intinya membahas tentang bagaimana seorang menjadi pemimpin yang baik dan sukses. Banyak pula buku yang membahas tentang para pemimpin yang berhasil menciptakan perubahan di tangannya. Namun, sebagai muslim hendaknya kita sudah paham bahwa memimpin bukanlah kesempatan untuk berkuasa, melainkan amanah besar dan kewajiban melayani. Maka konsep dan landasan yang digunakan pula harus mengandung nilai-nilai ajaran Islam.


Kepemimpinan profetik merupakan konsep kepemimpinan ala Nabi. Kini konsep kepemimpinan ini telah gencar dikaji oleh ilmuwan barat. Salah satu yang ramai dikampanyekan adalah kepemimpinan transformasional (transformational leadership). Kepemimpinan profetik dapat disebut sebagai konsep kepemimpinan terbaik. Di samping karena menggunakan landasan tauhid, kepemimpinan profetik memiliki cakupan dan instrumen yang lebih luas dan komprehensif dibanding konsep-konsep kepemimpinan lainnya. Karakteristik utama seorang pemimpin profetik adalah mampu menjaga harmonisasi hubungan antara Allah, manusia, dan alam. Tulisan ini akan membahas tentang kepemimpinan profetik ala Rasulullah saw.

Sejak diturunkannya wahyu kepada Muhammad melalui malaikat Jibril pertama kali di Gua Hira, beliau resmi diangkat menjadi Rasul dan mengemban amanah berat menyampaikan wahyu Allah swt kepada umat manusia. Sebagaimana diriwayatkan dalam sirah-sirah nabawiyah, bukan pekerjaan yang mudah bagi Rasulullah untuk meyakinkan kepada manusia di zaman itu untuk meninggalkan kehidupan jahiliyah. Namun pada akhirnya, setelah proses panjang dengan kesabaran yang tinggi, Rasulullah berhasil meraih ‘kemenangan’ itu.

Terdapat empat misi khas Rasulullah sebagai seorang pemimpin dan penyampai wahyu saat itu, yaitu membacakan tanda-tanda, membentuk jiwa, mengajarkan pengetahuan dan kearifan, dan melahirkan tatanan/peradaban. Secara ringkas, keempat misi tersebut dijabarkan sebagai berikut.

1. Membacakan tanda-tanda
Tugas pemimpin adalah menyampaikan konsepsi-konsepsi yang diambil dari Al-Quran dengan bahasa yang mampu diterima oleh segenap manusia yang dipimpinnya (sesuai dengan bahasa kaumnya). Agar mampu menyampaikan konsepsi-konsepsi tersebut, pemimpin harus mampu memahami isi Al-Quran dan membaca tanda-tanda di alam/dunia. Dengan kata lain, ia mampu memahami ayat kauliah, yaitu firman-firman Allah dalam Al-Quran dan tanda-tanda yang terjadi di alam/dunia, yang merupakan kebesaran Allah. Pemimpin yang tidak mampu membaca tanda-tanda tersebut, maka tidak akan mampu membaca tanda-tanda yang lain.
 Pemimpin sejatinya juga adalah futurolog, yaitu orang yang mampu memprediksi trend masa depan. Ia memposisikan dirinya sebagai bagian dari kekuatan yang membangkitkan dan membentuk masa depan (generative force) di mana pribadi dan kehidupan pemimpin profetik menjadi sumber aliran kehidupan masa depan. Maka dari itu, ia tentunya harus mampu membaca tanda-tanda yang terdapat di Al-Quran maupun alam/dunia tempat ia hidup.

2. Membentuk jiwa
Menjadi pemimpin bukanlah tanggung jawab kecil. Ia butuh pengorbanan dan perjuangan. Pengorbanan dan perjuangan yang lahir dari jiwa-jiwa yang kotor tentunya tidak akan menghasilkan kemenangan yang abadi. Dengan demikian, sebelum bersiap menjadi pemimpin, seorang manusia perlu rutin membersihkan jiwanya dengan ibadah-ibadah. Namun ibadah tidak serta merta harus berbentuk dalam ritual-ritual wajib tertentu. Pembersihan jiwa yang dilakukan harus disesuaikan dengan apa yang mau disucikan. Jika pemikiran, sucikan dengan ilmu. Jika ekonomi, bersihkan dengan pekerjaan. Jika moralitas (akhlaq) bersihkan dengan perilaku luhur.
Pemimpin yang jiwanya telah terbentuk memiliki hubungan yang harmonis dengan Allah, manusia lainnya, dan alam. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan dan pertumbuhan dalam dirinya. Ia mengalami penyesuaian dan pertumbuhan dari segi kuantitatif yang tampak pada fisiknya dan kualitatif yang tampak pada kematangan karakter, emosi, kognitif, bahasa (berinteraksi, berkomunikasi), dan moralnya.

3. Mengajarkan pengetahuan dan kearifan
Pemimpin profetik harus mengajarkan Al-Quran untuk menjadi pedoman dan jalan hidup (way of life), serta mengaktifkan kembali fitrah atau nurani kepada para pengikut dan masyarakatnya. Ia juga tidak terjebak dalam bentuk-bentuk politeisme yang menjebak (QS. Ar-Rum (30): 30–31), serta bergerak untuk membawa kembali manusia ke sejatinya yang suci dan pergumulannya yang profain di dunia, yang membuat mereka lalai. Dan hanya pemimpin yang mampu membaca tanda-tanda pada Al-Quran dan alam/dunia serta memiliki jiwa yang telah terbentuk yang dapat mengajarkan pengetahuan dan kearifan tersebut pada manusia-manusia yang ia pimpin.

4. Melahirkan tatanan/peradaban
Setelah mengajarkan pengetahuan dan kearifan, pemimpin profetik harus membentuk pengikut dan masyarakat menjadi seperti terlahir kembali menjadi manusia-manusia bermental spiritual yang kuat dan siap membangun tatanan/peradaban baru dengan konsepsi Islam. Maka dari itu pemimpin profetik harus mampu menciptakan pengaruh yang kuat dan membentuk circle of influences yang besar agar mampu menciptakan tatanan/peradaban tersebut. Salah satu caranya adalah dengan banyak belajar, membaca, berbagi ilmu, dan membersihkan jiwa-jiwa manusia lain dari profain dunia.

Beberapa hal yang harus dimiliki oleh pemimpin profetik agar mampu melahirkan tatanan/peradaban:

a) Visi kelangitan
Melakukan perubahan (sosial) yang besar tidak bisa tanpa visi kelangitan oleh pemimpinnya. Yaitu visi yang besar mengangkasa, bertujuan menghimpun kebermanfaatan bagi orang banyak dan kejayaan Islam. Dengan memiliki visi kelangitan tersebut pula, pemimpin akan menjadi dekat dengan Allah sehingga akan mampu menghadirkan kemampuan untuk menciptakan dan mendorong perubahan.

b) Karakter dan moralitas
Esensi sebuah kepemimpinan adalah menyisakan ‘bekas’ pada (kaum) yang dipimpin. Setelah usai masa kepemimpinannya, pemimpin harus tahu, seberapa banyak orang yang telah terbuka hatinya dan menjadi lebih baik karena pengaruh dari kepemimpinannya tersebut. Karena itu, karakter yang kuat dan moralitas yang tinggi sangat dibutuhkan. Salah satu karakter yang harus dimiliki adalah sifat lemah lembut. Rasulullah saw tidak pernah bersikap kasar dan berhati keras kepada siapa pun, bahkan dengan musuh maupun kelompok orang-orang yang membencinya. Bahkan dalam sebuah riwayat menyebutkan bahwa Rasulullah saw tetap bersikap lemah lembut kepada seorang pengemis buta yang selalu mencaci maki dirinya. Sebagai pemimpin, terlebih muslim, sebaiknya kita tidak bersikap terlalu reaktif terhadap lawan-lawan kita. Hendaknya kita menaklukkan mereka dengan karakter yang lembut dan menyentuh.

c) Kecerdasan profetik
Pemimpin profetik senantiasa memiliki pikiran yang positif (positive thinking) dan menjadi pioneer dalam segala hal. Kecerdasannya mampu membedakan yang benar dan salah. Ia juga mampu menggagas kehidupan yang benar, menemukan tujuan hidup yang benar, dan memberikan alasan-alasan yang benar. Sehingga mampu memanfaatkan emosi dan pikiran secara lebih bernilai.

d) Kewalian (sainthood)
Pemimpin profetik senantiasa meyakini bahwa hanya Allah lah satu-satunya zat yang patut dijadikan wali dalam segala urusan. Sehingga ia memiliki kekuatan tertentu (karamah).

Untuk mencapai misi khas tersebut diperlukan pula instrumen yang khas. Rasulullah memiliki dan menjalankan empat instrumen dalam penyampaian konsepsi-konsepsinya, antara lain:
  1. Pendidikan dan Keteladanan
    Pemimpin profetik mendidik pengikut dan khalayak luas dengan moralitas dan nilai-nilai luhur kemanusiaan. Ia menghidupkan nilai-nilai dan moralitas tersebut dalam seluruh kiprah pelakunya. Pemimpin profetik juga merupakan teladan. Keteladanannya meliputi ketegaran dan keteguhan hati serta kesabaran dalam perjuangan, ibadah dan akhlaq (moralitas), dan kezuhudan dalam hidupnya.
  2. Pelayanan
    Pemimpin profetik menjadikan seluruh kehidupannya sebagai aliran kehidupan baru yang sedang berkembang. Dirinya adalah instrumen bagi terbentuknya tatanan baru.
  3. Keadilan
    Mampu bersikap adil, bukan hanya dalam tatanan pemerintahan atau organisasi yang ia pimpin. Tapi juga bersikap adil kepada keluarganya, termasuk memenuhi hak-hak atas dirinya sendiri.
  4. Musyawarah
    Musyawarah termasuk dalam barisan hal-hal terpuji dalam Islam. Rasulullah saw adalah orang yang selalu mengutamakan musyawarah dalam segala hal. Bahkan, sebuah keputusan yang dianggap tidak terlalu baik, jika memang keputusan tersebut didapat dari sebuah musyawarah, maka itu tetap yang paling baik. Karena musyawarah adalah cerminan akhlaq, yang merupakan cerminan akhlaq, menghargai keberadaan dan pandangan orang lain, serta kebersamaan dengan mereka.
Sebaik-sebaiknya pemimpin adalah pemimpin yang mampu melahirkan kader-kader yang lebih baik dari dirinya. Tidak dapat dipungkiri, kaderisasi bukan hal mudah. Membentuk jiwa dan menanamkan nilai-nilai dalam diri seseorang butuh strategi yang tepat dan kesabaran yang tinggi. Rasulullah adalah contoh pemimpin profetik yang mampu melahirkan banyak pemimpin dan pejuang tangguh setelah masa kepemimpinannya berakhir, yaitu ketika beliau wafat.

Kaderisasi ala Rasulullah saw dimulai dari membangun keteguhan dan militansi. Langkah-langkah dalam membangun keteguhan dan militansi dimulai dari promosi gagasan, pengajaran/pendidikan, pembinaan, pengorganisasian, dan pelaksanaan, serta pada akhirnya memastikan hal-hal pencapaian berupa pengetahuan (ma’rifat), kesadaran dan ideologi (fikrah), praksis/kegiatan amal, dan merapatkan barisan gerakan (harakah).

Di samping dengan keyakinan yang kuat dan manajemen kepemimpinan yang profesional, keteguhan dan militansi tersebut dibangun oleh Rasulullah dengan beberapa prinsip. Pertama, literasi-humanisasi-transendensi, yaitu membentuk persaudaraan universal berbasis konsensus keimanan, maksud dan kehendak, serta realisasi/aksi. Rasulullah bekerja dan berkarya dengan pilar spiritual path finder, yaitu meraih pencerahan (intentionalism) dan menyeru khalayak pada jalan pencerahan (actionalism).

Sebagai seorang teladan yang hendak mendidik dan membentuk jiwa umat-umatnya pula, Rasulullah selalu menjadikan Al-Quran sebagai pedoman utamanya. Beliau sudah terlebih dahulu paham bahwa faktor referensi/genre buku yang dipilih untuk dibaca adalah hal penting. Faktor referensi tidak hanya sekadar mengandung ilmu/pengetahuan, tetapi juga kebenaran, wibawa, dan kekuatan pembangkit yang dahsyat. Sehingga ia akan membentuk pola pikir, membingkai nilai-nilai, strategi, sistem, dan karakter baik individu maupun kolektif. 

Maka, prinsip kedua, pemimpin haruslah memiliki faktor referensi yang banyak dan berkualitas. Pemimpin dengan faktor referensi yang banyak dan berkualitas, akan lebih bijak dibanding pemimpin dengan faktor referensi rendah, yang cenderung memiliki karakter lemah. Namun demikian, tidak akan ada perubahan besar jika aktor perubahannya senang di tempat tidur alias malas. Tokoh besar memiliki waktu tidur sedikit karena ia memiliki agenda-agenda yang besar pula dan padat. Tokoh besar sibuk dengan aktivitas menyampaikan pesan dan visi kepada orang-orang terdekatnya dan masyarakat luas. 

Meneladani Rasulullah saw yang memiliki waktu istirahat sangat sebentar setiap harinya, maka, prinsip ketiga, seorang pemimpin besar haruslah telah terlepas dari tragedi selimut. Dalam QS. Al-Hijr (94–95), Allah menyeru kepada manusia untuk menyampaikan segala kebenaran dan apa yang diperintahkan oleh-Nya secara terang-terangan. 

Dan inilah prinsip keempat, seorang pemimpin haruslah berani melakukan dakwah secara terang-terangan. Tidak perlu karena ada jaminan perlindungan dari Allah. Dakwah sembunyi-sembunyi hanya boleh dilakukan jika karena apabila dakwah tersebut dilakukan terang-terangan maka pelakunya dapat terkena ancaman.

Prinsip kelima, para pemimpin hendaklah memiliki akhlaq lemah lembut agar dapat menembus kekerasan hati dan menyentuh para target dakwahnya dengan iman. Sebagaimana Rasulullah yang memiliki lisan yang halus dan sikap yang lembut, serta kemampuan memaafkan kesalahan orang lain lalu kemudian memohonkan ampun kepada Allah. Jangan sampai kita memiliki fazhzhan (lisan yang kasar, sering menyakiti orang lain, dan tingkah laku yang mengganggu orang lain) dan ghalizal qalb (hati yang keras, tidak mudah tersentuh dengan penderitaan orang lain). Termasuk kebiasaan untuk bermusyawarah. Karena hal ini akan berpengaruh pula terhadap bagaimana pesan kebaikan itu disampaikan kepada umat, yang merupakan prinsip keenam. 

Pemimpin profetik mampu menyampaikan pesan-pesan dan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Quran dengan cara yang baik, benar, tepat, dan proporsional. Ia pula selalu menggunakan fakta-fakta dan data-data yang valid. Akan tetapi, bagaimanapun metode hanyalah cara. Sebagai seorang manusia biasa, pemimpin profetik senantiasa memperkuat ibadah dan mendekatkan diri dengan Allah (vertikal), serta membangun hubungan yang baik dengan segenap manusia di sekitarnya (horizontal), yang merupakan prinsip ketujuh. Rasulullah saw dan keluarganya tidak pernah melewatkan shalat malam. Shalat malam pula merupakan ibadah sunnah yang sangat dianjurkan oleh Beliau.

Rasulullah saw adalah sosok yang sangat menghargai orang lain, memuliakan tetangga dan para tamunya. Beliau menjaga hubungan horizontalnya dengan cinta (mahabbah). Mahabbah ini termasuk dalam prinsip kedelapan. Mahabbah memiliki energi yang sangat dibutuhkan untuk membangun kekuatan kolektif (jamaah). Jenis cinta ini termasuk pula kasih sayang kepada sesama orang yang beriman, yang menjadikan sesama mereka bersaudara dan dibuktikan dengan cara, misalnya, saling mengucapkan salam dan memberi hadiah. Ibarat satu tubuh dan satu keluarga yang saling menguatkan. Persaudaraan merupakan konsekuensi logis keimanan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, seperti dalam QS. Al-Hujurat (10).

Ketika setiap diri sudah merasa saling terikat karena ketauhidan dan keimanan, maka pemimpin akan dengan mudah mengarahkan untuk bersama menyatukan kekuatan, membangun sistem yang berlandaskan pada konsepsi Islam, yang merupakan pula prinsip kesembilan.
Nabi Muhammad Saw : Tauladan Kepemimpinan Sepanjang Masa

Nabi Muhammad Saw diutus Allah Swt  dengan membawa ajaran baru berupa; agama tauhid, penyempurnaan akhlak (moral),   pembawa risalah kebenaran dan   keadilan  serta mengembalikan harkat semua manusia sebagai makhluk mulia dan berderajat sama (sejajar).  Muhammad Saw juga mengajarkan tatanan kehidupan sosial yang ideal dan bermartabat dengan menghormati dan mengutamakan  kerukunan, perdamaianan, toleransi, kasih sayang dan persaudaraan antar umat manusia, apapun latar belakang  yang dimilikinya.

Rasulullah Saw juga telah menancapkan fondasi kepemipinan yang sangat kokoh, ideal dan  bersifat kontekstual sepanjang masa. Nabi Muhammad adalah sosok pemimpin sejati, baik sebagai pemimpin agama maupun sebagai Kepala Negara. Nabi Muhammad Saw telah mewariskan tauladan kepemimpinan sepanjang masa yang dapat dijadikan inspirasi, motivasi dan rujukan dalam kepemimpinan di era modern saat ini.

Tauladan Kepemimpinan  yang diwariskan Rasulullah Saw diantaranya;

Pertama; Konsisten (istiqamah) Membela yang Benar. 
Dalam menjalankan kepemimpinannya, Rasulullah Saw adalah figur yang sangat kokoh dan kuat dalam memegang prinsip perjuangan. Setiap menyampaikan berita kebenaran dan kebaikan Rasulullah Saw   tidak mudah kendur, lemah dan kompromistis terhadap berbagai godaan dan rintangan yang menghadang. Ketika para penentangnya yaitu kaum Kafir Quraisy berusaha membujuk Rasulullah Saw agar menghentikan misinya   menyebarkan prinsip-prinsip  kebaikan, kebenaran dan keadilan dengan barter atau kompensasi  diberi kedudukan yang tertinggi, harta yang melimpah dan wanita mempesona, ternyata beliau tidak sedikitpun menyurutkan langkahnya   untuk terus menyiarkan berbagai kabar kebenaran dan keadilan secara hakiki. Rasulullah Saw adalah pemimpin yang tegak dan konsisten membela yang benar apapun konsekuensinya, bukan tife mayoritas pemimpin yang  mudah buta mata dan hatinya dengan lebih membela yang membayar.
    
Kedua; Konsisten Menegakkan Keadilan. 
Rasulullah Saw adalah sosok pemimpin yang kukuh, lurus dan tidak diskriminatif dalam menegakkan keadilan. Keadilan hukum dijalankan secara transparan dan tidak mengenal kompromi, apalagi pilih kasih, terutama terhadap orang-orang dekat dan keluarganya. Sebagai wujud ketegasan Rasulullah Saw dalam menegakkan keadilan hukum tercermin dalam pernyataan  beliau  yang tetap aktual hingga hari ini, yaitu;   " Seandainya  Fatimah (Putriku) ketahuan terbukti mencuri, maka aku sendirilah yang akan memotong tangannya".  
Ketegasan dan keadilan hukum itu menjadi antitesa terhadap model kepemimpinan saat ini yang mudah bersikap tegas dan keras terhadap rakyat kecil dan pihak-pihak yang berada diluar lingkaran kekuasaan, tetapi sangat lunak, kompromistis dan tumpul  terhadap orang-orang yang punya banyak uang, kalangan keluarga dan yang berada dilingkaran kekuasaan. 

Ketiga, Jujur dan Sederhana;
Rasulullah Saw adalah figur pemimpin yang selalu jujur dalam memimpin umatnya, tidak pernah merekayasa kebenaran dan keadilan, selalu menyampaikan yang benar adalah tetap benar dan yang salah adalah pasti salah, apapun resiko yang dihadapinya.  Sebagai pemimpin agama dan Kepala negara, Rasulullah Saw dan keluarganya juga hidup sangat sederhana, sekedar cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
Sebagai pemimpin yang memiliki otoritas sangat luas dan besar, Rasulullah Saw  tidak pernah menjadikannya sebagai media  atau aji mumpung untuk mengeruk atau menumpuk-numpuk harta benda dan kemegahan duniawai. Hal ini terbukti, ketika Rasulullah Saw wafat maka tidak banyak atau sangat sedikit warta benda yang bisa diwariskan kepada keluarganya.
Rasulullah Saw justru mewariskan kemuliaan akhlak kehidupan, Al Qur'an dan Al Hadits yang terus dibaca dan dipelajari  ratusan juta manusia setiap harinya. Inilah warisan terbaik dan  termahal   yang diberikan pemimpin terbesar sepanjang zaman kepada umatnya.

Keempat, Pemimpin yang Rendah Hati.
Walaupun Rasulullah Saw menjadi pemimpin besar dan memiliki otoritas luas, dirinya tidak pernah menunjukkan dirinya sebagai pribadi yang sombong, arogan, tinggi hati, anti kritik  dan selalu ingin menang sendiri. Rasulullah adalah pemimpin yang rendah hati yang tidak pernah menggunakan posisinya untuk menakut-nakuti, menekan dan menindas orang lain agar mengikuti seluruh kehendaknya.  Dalam menjalankan amanat kepemimpinan Rasulullah Saw selalu menjalankan musyawarah untuk mencari jalan terbaik serta  posisinya yang penting dan sentral justru dijadikan sarana berjuang secara maksimal untuk melindungi dan melayani umat (rakyatnya).

Kelima, tidak serakah (rakus) dan tidak hidup mewah. 
Rasulullah Saw adalah  pemimpin yang sangat berhati-hati dan tidak rakus dalam memanfaatkan anggaran negara. Rasulullah Saw justru memakai banyak harta pribadinya untuk menopang perjuangan sehingga harta lebih banyak yang dikorbankan (disedekahkan) untuk kepentingan umat. Kepemimpinan Rasulullah Saw sangat jauh dari prilaku kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN)  seperti yang diperankan mayoritas pemimpin saat ini.        
Sebagai Raja (pemimpin negara) Rasulullah Saw tidak bertahta di singgasana yang megah dan mewah tetapi lebih "bertahta" dalam jiwa dan hati rakyatnya. Sebagai Kepala Negara, kehidupan Rasulullah sangat jauh dari kemewahan, bahkan pakaiannyapun sering "ditambal" dengan tangannnya sendiri  sehingga pribadi dan keluarganya "menyatu" dalam kebersamaan hidup rakyatnya.

Kenyataan seperti itu sangat berbeda dengan mayoritas pemimpin saat ini, dimana kondisi kehidupan pemimpin dan rakyatnya sangat jauh berbeda, bagaikan bumi dan langit---   dimana kebanyakan rakyatnya hidup miskin dan menderita, tetapi para pemimpinnya hidup sangat mewah, megah dengan bergelimang harta. Itulah praktik kepemimpinann Rasulullah Saw yang menjadi  tauladan  kepemimpinan  sepanjag masa. Tauladan kepemimpin Rasulullah ini  selalu kontekstual, membumi dan ideal untuk diaplikasikan dalam  spirit dan watak  kepemimpinan saat ini agar dapat selamat dunia akhirat. Para poemimpin harus sadar bahwa kepemimpinan Rasulullah saw adalah potret kepemimpinan  ideal dan "menyelamatkan" karena tidak pernah digugat apalagi dituntut mundur oleh rakyatnya sehingga khusnul khatimah serta  terbebas dari beratnya hisab (perhitungan) atas amanat kepemimpinan  dihadapan pengadilan Allah Swt.
    
Spirit demikianlah yang lebih penting diaktualisasikan agar peringatan Maulid Nabi Saw tidak sekedar bersifat simbolik dan ritualistik  yang dirayakan secara gegap gempita dari Rumah, Mushola,Masjid  hingga Istana, tetapi tidak mampu  menggali dan menjalankan esensi ajaran kepemimpinan Rasulullah Saw  yang luhur dan mulia sepanjang masa.
Itulah teladan kepemimpinan ideal untuk menyelamatkan mayoritas pemimpin saat ini yang biasanya "manis" diawal, tetapi sering pahit, nista  dan sengsara di akhirnya, terutama sengsara dalam menghadapi hisab dan pengadilan Allah Azza wa jalla.

sumber:http://www.kompasiana.com/alyimrondj/muhammad-saw-tauladan-kepemimpinan-sepanjang-masa_550082d3a333117f735110e9


Meneladani Rasulullah Sedini Mungkin: Solusi Mencetak Pemimpin Islami bagi Indonesia

Indonesia merupakan Negara ke-4 dengan populasi terbanyak di dunia dan menempati posisi ke-5 dengan jumlah pemuda terbanyak di dunia setelah Korea, Cina, Thailand dan Viet Nam. Fakta tersebut menunjukan akan peluang besar bagi Indonesia untuk mengabil peran dalam percaturan Inernasional terutama dalam menyongsong era Asia. Akan tetapi kuantitas SDM yang dimiliki Indonesia tidaklah berbanding lurus dengan kualitasnya, dan ironisnya pernyataan tersebut bukan hal baru dan sudah didengungkan jauh sejak 10 tahun terakhir.

Melihat “kesadaran” tentang ini sudah seyogyanya bangsa Indonesia melakukan perubahan dan persiapan yang masif untuk meningkatkan kualitas SDM bangsa. Bukti akan masih rendahnya kualias SDM kita dapat dilihat dari tingkat daya saing Indonesia yang jika dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN pun masih jauh tertinggal. Lepas dari berbicara tingkat daya saing, fenomena korupsi, tinggiya tingkat kriminalitas, aksi tawuran remaja, kemiskinan hingga hegemoni SDA oleh bangsa asing adalah bukti konkrit rendahnya kualitas SDM kita.

Kenyataan seagai Negara Muslim terbesar Indonesia yang berpredikat sebagai Negara Muslim terbesar di Dunia sesungguhnya merupakan ironisme jika melihat kenyataan keadaan Indonesia kini. Islam yang merupakan rahmtan lil alamin seharusnya mampu menjadi garansi untuk kemakmuran dan kesejahteraan bangsa Indonesia. Islam pernah menguasai seperempat belahan dunia ketika nilai-nilai Islam benar-benar ditegakan.

Dan hal itu juga lah yang menjadikan merosot dan tertinggalnya kaum muslim saat ini, ketika jauh dari nilai-nilai Islami, ketika banyak para wakil rakyat, para pemimpin bahkan para pemuda bangsa jauh dari nilai-nilai Islam. Ketika Role Model mereka bukanlah Rasulullah atau para Sahabat serta ulama-ulama besar tetapi jauh berkhianat dan terninabobokan oleh budaya barat dan idealism barat. Tanpa tawar, kenalkan Rasulullah SAW sedini mungkin! “sungguh telah ada pada diri Rasulullah suri teladan yang baik bagitu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzab:21) Ayat diatas sudah cukup menjadi garansi bahwa untuk selamat di dunia dan akhirat cukuplah dengan meneladani Rasulullah SAW.

Nabi Muhammad sukses dalam segala bidang. Kita bisa lihat produk nyata dari meneladai Rasululah, menjadi pemersatu umat seperti Abu Baqar As Sidiq, menciptakan kesejahteraan umat seperti Umar bin Khatab, membentuk pasukan paripurna dan mendapatkan kemenangan besar seperti Muhmmad Al-Fatih. Hatta, HAMKA, M.Natsir adalah sedikit dari banyak putra bangsa yang menjadi pelopor kemerdekaan Indonesia Oleh karena itu pemuda hari ini harus mengenali, meneladani dan mampu memiliki karakter seperti halnya Rasulullah agar ia mampu menjadi pemimpin yang tidak hanya Islam tapi juga Islami hingga mampu membawa Indonesia kearah yang lebih baik.

Adalah 4 senjata teladan Rasulullah untuk berhasil menjadi pemimpin yakni shiddiq(benar), Amanah(Dapat dipercaya), Fathonah(cerdas) dan Tabligh(menyampaikan).Inilah 4 karakter yang harus ditanamkan sedini mungkin. Sebuah karakter paripurna yang harus dibangun melalui proses yang tidak sebentar. Karakter diatas tentu harus diartikan secara luas terutama dengan melihat kondisi umat Islam yang saat ini notabene-nya berada di depan gerbang menuju era Asia.

Menurut Prof. Laode Kamaludin, M.Sc.,M.Eng. ada dua prayarat utama untuk bisa maju di era Asia, yakni Karakter dan Komptisian hal tersebut juga ada pada Rasulullah. Lihat saja, ketika hari ini ramah diperbincangkan akan pentinya pemimpin visioner, Rasulullah telah jauh lebih dulu melakukannya ketika pada perang Khandaq melalui percikan cahaya ketika Ia memukul batu yang menghalangi pembuatan parit, bahwa Negeri yang pada saat itu mustahil dikuasai akan segera Islam taklukan. Lalu ketika hari ini didengungkan faktor keberhasian adalah tentang membangun koneksi/networking, Rasulullah telah jauh melakukannya ketika dulu memberikan surat atau utusan baik untuk menyeru Islam maupun meminta perlindungan, seperti raja di Yaman dan Habasyiah.

Oleh karena itu, memperkenakan sosok Rasulullah kepada anak-anak sedini mungkin adalah solusi untuk menjawab tentang krisis kepemimpinan hari ini. Tanpa tawar, semua harus terlibat! Setelah mengetahui urgensi tentang meneladani Rasulullah, pertanyaan selanjutnya adalah akuisisi yang seperti apa untuk mampu merealisasikannya. Banyak cara untuk memperkenalkan sosok Rasulullah sedini mungkin. Sedini mungkin berarti sasaran jelasnya adalah anak-anak. Tentu meneladani Rasulullah bukanah wacana baru, disekolah dan intansi pendidikan lainnya pun ini sudah menjadi agenda utama, akan tetapi kebanyakan dari mereka belum maksimal.

Oleh karena itu diperlukann propaganda dan sosialisasi yang masif tentang pentingnya mengenalkan sosok Nabi Muhammad SAW sejak dini, terutama dilingkungan keluarga, ibu kepada anak. Tumbuhkan/ingatkan kesadaran tentang hal ini kepada semua ibu, kepada semua guru, kepada semua ustadz dan ustadzah. Salah satu media agar hal tersebut bisa dilakukan secara masif haruslah sistematis, maka diperlukan wadah yang terorganisir.

Laode M. Kamaludin: “Merubah Paradigma, Mencetak Generasi Unggul”: Majalah Itech, Vol. 7 Edisi khusus, Juli-Agustus 2013, hal. 129 Ibid 

Hal - hal yang dapat dilakukan agar dapat menjadi pemimpin seperti Rasulullah SAW :

Beriman akan Adanya Nabi Muhammad Saw.
Beriman kepada Rasulullah adalah meyakini dan memercayai dengan sepenuh hati bahwa Allah Swt. memilih di antara manusia untuk dijadikan rasul-Nya untuk menyampaikan wahyu-wahyu-Nya kepada umat manusia. Beriman kepada Rasulullah juga berarti memercayai dan meyakini sepenuhnya akan segala yang diceritakan Allah tentang semua nabi dan rasul yang diutus-Nya, baik yang diketahui namanya maupun yang tidak diketahui namanya.
Perintah untuk beriman kepada Rasul Allah (Muhammad Saw.) tercantum dalam Alquran surat al-Nisa’ (4) ayat 136:
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (QS. al-Nisa’ (4): 136).


Menurut ayat Alquran di atas orang-orang yang beriman harus mengimani rasul-rasul Allah sebagaimana mengimani Allah, malaikat, kitab, dan hari akhir. Mengimani rasul-rasul Allah juga harus secara keseluruhan, tidak boleh membeda-bedakannya sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Orang-orang Yahudi hanya mengimani nabi-nabi keturunan Bani Israel, dan mereka tidak mengakui kenabian Isa dan Muhammad. Sedang orang-orang Nasrani tidak mau mengimani kenabian Muhammad Saw. Allah mengancam dengan keras orang-orang yang mau mengimani sebagian rasul dan mengingkari sebagian yang lainnya.

Allah juga mengategorikan orang-orang seperti itu sebagai orang-orang kafir. Allah Swt. berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasu-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: ‘Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)’, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.” (QS. al-Nisa’ (4): 150-151).

Umat Islam sekaligus umat Muhammad Saw. harus beriman terhadap Nabi Muhammad Saw. yang merupakan rasul dan nabi terakhir. Muhammad Saw. adalah penutup para nabi dan rasul, sehingga setelahnya tidak ada lagi nabi dan rasul Allah. Kepastian Nabi Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir dinyatakan oleh Allah Swt. dalam Alquran:
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi ia adalah utusan Allah dan penutup nabi-nabi.” (QS. al-Ahzab (33): 40).

Ada beberapa konsekuensi dari kedudukan Nabi Muhammad Saw. sebagai rasul terakhir.

Pertama, dengan berakhirnya risalah kenabian kepada Muhammad Saw. berarti bahwa ajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. telah sempurna dan menyempurnakan ajaran para nabi sebelumnya. Allah Swt. berfirman:
“Pada hari ini Aku telah menyempurnakan agamamu itu untukmu semua, dan Aku telah melengkapkan kenikmatan-Ku padamu, dan Aku telah rela Islam itu sebagai agama untukmu semua.” (QS. al-Maidah (5): 3).


Kedua, dengan posisinya sebagai nabi terakhir berarti bahwa ajaran yang dibawa Nabi Muhammad Saw., yakni agama Islam, bersifat mendunia dan berlaku untuk seluruh umat manusia. Allah Swt. berfirman:
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya, sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Saba’ (34): 28).

Dan yang ketiga, karena kedudukannya sebagai penutup serangkaian para nabi, maka Nabi Muhammad Saw. adalah rasul untuk semua umat manusia. Allah Swt. berfirman: “Katakanlah: ‘Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua’.” (QS. al-A’raf (7): 158).
Mengimani adanya Nabi Muhammad Saw. bagi umat Islam adalah suatu kewajiban utama. Mengimani Nabi Muhammad Saw. berarti meyakini dan mempercayai bahwa Nabi Muhammad benar-benar nabi dan rasul Allah yang diutus untuk seluruh umat manusia di muka bumi ini. Umat Islam yang menjadi umat Nabi Muhammad Saw. harus mengikrarkannya dengan lisan bersamaan dengan ikrar kepada Allah Swt. Ikrar inilah yang mendasari seluruh keislaman dan keimanan setiap umat Islam.

Siapa pun belum dianggap Muslim jika belum mengikrarkan adanya Allah sebagi Tuhannya dan Nabi Muhammad Saw. sebagai utusan-Nya. Dua ikrar inilah yang kemudian dikenal dengan syahadatain (dua kesaksian), yakni syahadat tauhid yang berisi ikrar bahwa tidak ada tuhan selain Allah (Asyhadu an la ilaha illallah) dan syahadat rasul yang berisi ikrar bahwa Muhammad adalah rasul Allah (Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah).
Kewajiban umat Islam untuk mengimani Allah sekaligus mengimani Rasulullah Saw. dinyatakan dalam Alquran surat al-A’raf (7): 158:
“Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk”. (QS. al-A’raf (7): 158).

Mencintai dan Memuliakan Nabi Muhammad Saw.

Sebagai umat Nabi Muhammad Saw. kita harus menyintai beliau, sebab beliau juga sangat menyintai kita. Dalam perjuangan beliau mendakwahkan Islam, terlihat sekali kecintaan beliau terhadap umatnya. Beliau merasakan suka dan duka bersama umatnya. Kecintaan beliau tidak terbatas ketika di dunia saja, tetapi juga sampai di akhirat kelak. Gambaran sikap beliau terhadap umatnya dinyatakan dalam Alquran.
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu’min.” (QS. al-Taubah (9): 128).

Karena itulah, sebagai umatnya, kita harus menyintai beliau dan sekaligus memuliakannya. Cinta kita kepada beliau harus melebihi cinta kita kepada yang lain selain Allah Swt. Cinta ini akan tumbuh dalam diri kita jika kita benar-benar beriman. Jika iman kita tidak utuh, maka kita tidak akan dapat menyintai beliau. Dalam hal ini Nabi Saw. bersabda: “Tidak beriman salah seorang di antara kamu sekalian sebelum aku lebih dicintainya daripada dirinya sendiri, orang tuanya, anaknya, dan semua manusia.” (HR. al-Bukhari, Muslim, dan al-Nasa’i).

Dengan demikian cinta seorang mu’min kepada Nabi Muhammad Saw. harus melebihi cintanya kepada dirinya sendiri, orang tuanya dan kaum kerabatnya, serta semua manusia. Artinya, orang yang cinta kepada selain Allah Swt. melebihi cintanya kepada Nabi, berarti ia belum beriman secara benar.
Cinta kita kepada Nabi Muhammad Saw. harus benar-benar mendominasi perasaan cinta kita sebagaimana cinta kita kepada Allah Swt. Dengan cinta kepada Allah dan Rasulullah inilah kemudian ditambah jihad di jalan Allah, kita berharap agar Allah senantiasa memberikan petunjuk-Nya kepada kita. Jika kita tidak menyintai Allah dan Rasulullah serta tidak mau berjihad di jalan Allah, maka kita dimasukkan ke dalam golongan orang-orang fasik yang jauh dari petunjuk Allah. Allah Swt. berfirman:
“Katakanlah: “Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS. al-Taubah (9): 24).

Menyintai Nabi Muhammad Saw. tidak cukup hanya diungkapkan dengan kata-kata, tetapi juga harus dinyatakan dalam bentuk perbuatan nyata, misalnya:
  1. Mengikuti dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam yang sampai kepada kita melalui Alquran dan Hadits yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw.
  2. Memercayai semua berita yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw.
  3. Berjuang menegakkan, mengembangkan, dan membela ajaran-ajaran yang dibawa Nabi Muhammad Saw. serta menjaga kemurnian ajaran-ajaran beliau dari berbagai bentuk bid’ah dan khurafat.
  4. Memuliakan Nabi Muhammad Saw. dengan memperbanyak membaca shalawat dan salam kepada beliau.
  5. Memuliakan keluarga dan sahabat-sahabat Nabi Muhammad sebagaimana memuliakan beliau.

Dalam kehidupan nyata, ujud dari cinta kita kepada Nabi Muhammad Saw. terlihat dapal setiap aktivitas kita sehari-hari. Jika kita benar-benar cinta kepada Nabi Muhammad Saw. maka kita akan selalu menjaga diri kita dari perbuatan-perbuatan yang tidak dilakukan dan tidak disenangi beliau. Sebaliknya kita harus selalu meneladani beliau dalam setiap aktivitas kita, baik dalam aktivitas ibadah maupun muamalah. Inilah yang menjadi bukti dari cinta kita kepada beliau.

Setiap orang yang cinta kepada sesuatu, maka ia akan bersikap yang berlebihan kepada sesuatu tersebut. Misalnya, orang yang cinta kepada benda tertentu, maka hari-harinya lebih banyak digunakan untuk berbuat sesuatu dalam rangka menyintai benda tersebut. Berapa pun biaya yang dikeluarkan dan tenaga serta waktu yang dihabiskan tidak menjadi perhitungan baginya. Begitulah cinta seseorang kepada benda. Jika benda itu dialihkan kepada Allah dan Rasulullah, maka orang itu akan dapat secara penuh beraktivitas dalam rangka cintanya kepada Allah dan Rasulullah.

Untuk melihat gambaran cinta kepada Nabi Muhammad Saw., kita dapat meneladani cinta para sahabat Nabi. Diceritakan bahwa paman Nabi, Hamzah, sangat cinta kepada beliau, sehingga Hamzah rela gugur dalam perang Uhud ketika melindungi Nabi dari serangan orang-orang kafir Quraisy. Begitu pula cinta seorang sahabat Nabi yang bernama Bilal. Di kala hendak menghembuskan nafasnya, beberapa kawan Bilal yang menyaksikannya berkata, “Aduh, betapa pedih hati kami”. Mendengar kata-kata kawannya Bilal justeru menjawab, “Wahai kawanku, betapa gembira hatiku, esok aku akan segera bertemu dengan Muhammad di akhirat.” Masih banyak lagi contoh sikap cinta para sahabat Nabi Muhammad Saw. kepada beliau yang melebihi cinta mereka kepada diri mereka sendiri.


Taat dan Patuh kepada Nabi Muhammad Saw.

Taat dan patuh kepada Nabi Muhammad Saw. merupakan konsekuensi dari taat dan patuh kepada Allah Swt. Dalam berbagai ayat Alquran Allah menegaskan bahwa ketaatan kepada Allah harus dibuktikan dengan ketaatan kepada Rasulullah. Dalam QS. al-Nisa’ (4): 80 Allah Swt. berfirman:
“Barang siapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (QS. al-Nisa’ (4): 80).

Dalam ayat yang lain Allah menegaskan bahwa bukti seseorang cinta kepada Allah adalah mengikuti Rasulullah. Barang siapa yang mengikuti dan menaati Rasulullah, maka Allah akan menyintainya dan akan mengampuni dosa-dosanya. Allah Swt. berfirman:
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) menyintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali ‘Imran (3): 31).

Allah juga menyatakan bahwa diutusnya Rasulullah adalah agar ditaati oleh umatnya. Karena itulah taat dan patuh kepada Rasulullah merupakan perintah Allah yang wajib hukumnya. Dalam QS. al-Nisa’ (4): 64 Allah Swt. berfirman:
“Dan kami tidak mengutus seseorang rasul, melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah.” (QS. al-Nisa’ (4): 64).

Taat dan patuh kepada Rasulullah dilakukan dengan cara mengikuti semua yang diperintahkannya dan meninggalkan semua yang dilarangnya. Demikian firman Allah Swt. dalam QS. al-Hasyr (59): 7:
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (QS. al-Hasyr (59): 7).

Dalam berbagai ayat Alquran Allah menyebutkan bahwa ketaatan kepada Allah selalu beriringan dengan ketaatan kepada Rasulullah. Hal ini menunjukkan bahwa menaati Rasulullah itu harus total sebagaimana menaati Allah. Hal ini bisa dilihat misalnya dalam QS. al-Nisa’ (4): 59 dan QS. Ali ‘Imran (3): 32. Kita tidak bisa mewujudkan ketaatan kita kepada Allah jika tidak menaati Rasulullah.

Dalam hal shalat, misalnya, kita tidak dapat melaksanakan shalat yang diperintahkan Allah kepada kita, jika kita tidak mengikuti petunjuk Rasulullah yang mengajarkan cara-cara melakukan shalat. Rasulullah Saw. bersabda:“Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.” (HR. al-Bukhari). Hal yang sama juga terjadi dalam masalah praktik melakukan ibadah haji dan praktik-praktik ibadah lainnya, termasuk juga praktik-praktik bermuamalah.

Rasulullah merupakan manusia pilihan yang dapat memberi jalan dan penerang untuk meniti jalan yang benar dan lurus sekaligus juga memberi peringatan dan kabar gembira kepada manusia. Jalan lurus yang ditunjukkan Rasulullah adalah jalan yang diridoi oleh Allah. Jalan lurus ini juga dilengkapi dengan rambu-rambu untuk dijadikan petunjuk bagaimana melewatinya. Karena itu, siapa yang tidak mengikuti jalan ini, pastilah ia akan mendapatkan kesesatan baik di dunia maupun di akhirat. Allah Swt. berfirman:
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.” (QS. al-An’am (6): 153).

Pada akhirnya, Allah juga menyatakan bahwa orang yang taat kepada Allah dan Rasulullah di akhirat kelak akan bersama para nabi, para shiddiqin, syuhada’, dan shalihin (QS. al-Nisa’ (4): 69). Itulah teman-teman terbaik yang akan didapatkan orang yang menataati Allah dan Rasulullah di akhirat kelak.


Meneladani Nabi Muhammad Saw.

Nabi Muhammad Saw. adalah nabi terakhir yang mendapatkan banyak gelar baik dari Allah maupun dari manusia. Berbagai julukan diberikan kepada beliau atas kesuksesan beliau dalam melakukan misi risalahnya di muka bumi. Beliau berhasil menjadi pemimpin agama (sebagai Nabi) berhasil menjadi pemimpin negara (ketika memimpin negara Madinah). Di samping itu beliau juga berhasil dalam menjalankan berbagai kepemimpinan yang lain, seperti memimpin perang, memimpin musyawarah, dan memimpin keluarga. Karena itu, sudah sepantasnya umat Islam menjadikannya sebagi teladan yang terbaik. Terkait dengan hal ini Allah Swt. berfirman:
”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. al-Ahzab (33): 21).

Untuk dapat meneladani Nabi Muhammad Saw. dalam kehidupan kita sehari-hari, tentunya kita, umat Islam, harus mengetahui terlebih dahulu apa saja sifat-sifat yang dimiliki oleh beliau dan bagaimana perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu, agar kita dapat meneladani Nabi Muhammad Saw. akan dikemukakan sifat-sifat dan perilaku beliau dan kemudian bagaimana kita dapat meneladani sifat dan perilaku tersebut.

Perlu ditegaskan bahwa semua rasul adalah manusia yang memiliki sifat-sifat kemanusiaan sebagaimana manusia lainnya (QS. al-Kahfi (18): 110 dan QS. Fushshilat (41): 6). Di antara sifat-sifat kemanusiaan yang dimiliki Rasulullah adalah makan dan minum (QS. al-Furqan (25): 20) serta menikah (QS. al-Ra’d (13): 38). Dalam Alquran juga ditegaskan bahwa semua rasul adalah laki-laki, tidak ada yang perempuan (QS. al-Anbiya’ (21): 7). Namun, karena tugas risalah adalah tugas yang amat berat, maka para rasul dibekali dengan sifat-sifat khusus. Sifat-sifat yang pasti dimiliki oleh Nabi Muhammad Saw. maupun para nabi dan rasul yang lain adalah:
  1. Shiddiq, yang berarti jujur. Nabi dan rasul selalu jujur dalam perkataan dan perilakunya dan mustahil akan berbuat yang sebaliknya, yakni berdusta, munafik, dan yang semisalnya.
  2. Amanah, yang berarti dapat dipercaya dalam kata dan perbuatannya. Nabi dan rasul selalu amanah dalam segala tindakannya, seperti menghakimi, memutuskan perkara, menerima dan menyampaikan wahyu, serta mustahil akan berperilaku yang sebaliknya.
  3. Tabligh, yang berarti menyampaikan. Nabi dan rasul selalu menyampaikan apa saja yang diterimanya dari Allah (wahyu) kepada umat manusia dan mustahil nabi dan rasul menyembunyikan wahyu yang diterimanya.
  4. Fathanah, yang berarti cerdas atau pandai. Semua nabi dan rasul cerdas dan selalu mampu berfikir jernih sehingga dapat mengatasi semua permasalahan yang dihadapinya. Tidak ada satu pun nabi dan rasul yang bodoh, mengingat tugasnya yang begitu berat dan penuh tantangan.
  5. Di samping empat sifat di atas, nabi dan rasul tidak pernah berbuat dosa atau maksiat kepada Allah (ma’shum). Sebagai manusia bisa saja nabi berbuat salah dan lupa, namun lupa dan kesalahannya selalu mendapat teguran dari Allah sehingga akhirnya dapat berjalan sesuai dengan kehendak Allah.

Di samping memiliki sifat-sifat seperti di atas, Nabi Muhammad Saw. juga dikenal dengan sebutan al-amin, yang berarti selalu dapat dipercaya. Gelar ini diperoleh Muhammad sejak maih usia belia. Dalam kesehariannya Muhammad belum pernah berbohong dan merugikan orang-orang di sekitarnya. Dalam salah satu bukunya, Sa’id Hawwa (2002: 164-186) memerinci keluhuran budi Rasulullah Saw. yang sangat patut diteladani oleh umat Islam. Sa’id Hawwa menguraikan moralitas Nabi dalam hal kesabarannya, kasih sayangnya baik terhadap keluarga maupun umatnya, kemurahan hatinya, kedermawanannya, kerendahan hatinya, serta kesahajaannya. Moralitas Nabi inilah yang patut diteladani dan diterapkan dalam kehidupan umat Islam sehari-hari.

Meneladani sifat-sifat Nabi Muhammad Saw. seperti di atas tidaklah gampang dan membutuhkan proses yang panjang. Dengan modal cinta dan taat kepadanya, kita akan mampu meneladaninya dalam kehidupan kita sehari-hari. Meneladani beliau secara sempurna jelas tidak mungkin, karena beliau digambarkan sebagai insan kamil (manusia sempurna) yang tidak ada bandingnya. Namun demikian, kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk meneladani sifat dan perilaku beliau, apa pun hasilnya.

Cara-cara praktis yang dapat dilakukan untuk meneladani Rasulullah Saw. di antaranya adalah sebagai berikut:
  1. Kita harus selalu bertaubat kepada Allah Swt. atas segala dosa dan kesalahan yang kita lakukan setiap hari. Sebagai manusia biasa kita harus menyadari bahwa kita selalu berbuat kesalahan dan dosa baik kepada Allah maupun kepada sesama manusia. Rasulullah Saw. yang jelas-jelas tidak memiliki dosa saja selalu memohon ampun (beristighfar) dan bertaubat kepada Allah. Karena itu, jika kita tidak mau bertaubat kepada Allah, berarti kita tidak menyadari sifat kemanusiaan kita dan kita termasuk orang-orang yang sombong.
  2. Sedapat mungkin kita harus dapat menjaga amanat yang diberikan oleh Allah kepada kita selaku manusia. Amanat apa pun yang diberikan kepada kita, harus kita lakukan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh pemberi amanat tersebut. Karena itu, apa pun aktivitas yang kita lakukan, jangan sampai kita menyimpang dari aturan-aturan yang sudah berlaku sesuai tuntunan Alquran dan sunnah Nabi. Kita harus berusaha menjaga amanat ini sebagaimana Rasulullah yang tidak pernah berkhianat walau sekali pun.
  3. Kita juga harus selalu memelihara sifat jujur dalam keseharian kita. Jujur merupakan sifat yang sangat mulia, tetapi memang sulit untuk diwujudkan. Terkadang orang dengan sengaja untuk tidak berbuat jujur dengan alasan bahwa jujur akan mengakibatkan hancur. Karena itu, dewasa ini kejujuran sulit ditemukan di tengah-tengah peradaban manusia yang semakin maju. Orang berusaha untuk mengesahkan perilaku tidak jujur. Seandainya kejujuran ini terpelihara dengan baik, maka para penuntut dan pembela hukum di negeri ini tidak akan terlalu sulit untuk menerapkan dan mewujudkan keadilan di tengah-tengah masyarakat. Kenyataannya, sebagian besar orang tidak mau berbuat jujur, sehingga seringkali orang yang jujur malah menjadi hancur (akibat disalahkan). Rasulullah selalu berbuat jujur tidak hanya kepada para sahabatnya tetapi juga kepada lawan-lawannya. Dan inilah yang merupakan kunci keberhasilan Rasulullah dalam misi risalah dan kenabiannya.




 

Selama ini banyak pemahaman yang keliru tentang arti pemimpin. Pada umumnya orang melihat pemimpin adalah sebuah kedudukan atau sebuah posisi semata dengan menghalalkan berbagai cara dalam mencapainya tujuan tersebut. Mulai dari membeli kedudukan dengan uang, menjilah atasan, menyikut kanan-kiri atau cara lain demi mengejar posisi pemimpin. Akibatnya hal tersebut melahirkan pemimpin yang tidak dicintai, tidak disegani, tidak ditaati, dan bahkan dibenci. Pemimpin ini akan mempergunakan kekuasaannya untuk mengarahkan, memperalat, ataupun menguasai orang lain, supaya orang lain mengikutinya.
- See more at: http://fahmyzone.blogspot.com/2015/03/prinsip-dan-tangga-kepemimpinan.html#sthash.ruXCKx1h.dpuf
Selama ini banyak pemahaman yang keliru tentang arti pemimpin. Pada umumnya orang melihat pemimpin adalah sebuah kedudukan atau sebuah posisi semata dengan menghalalkan berbagai cara dalam mencapainya tujuan tersebut. Mulai dari membeli kedudukan dengan uang, menjilah atasan, menyikut kanan-kiri atau cara lain demi mengejar posisi pemimpin. Akibatnya hal tersebut melahirkan pemimpin yang tidak dicintai, tidak disegani, tidak ditaati, dan bahkan dibenci. Pemimpin ini akan mempergunakan kekuasaannya untuk mengarahkan, memperalat, ataupun menguasai orang lain, supaya orang lain mengikutinya.

Disekitar kita, banyak sekali contoh pemimpin dengan tipikal, gaya dan prinsipnya masing-masing. Ada pemimpin yang sangat menonjol prestasi kerja dan integritasnya, tetapi tidak dicintai oleh lingkungannya. Sebaliknya ada seorang pemimpin yang ramah dan peka sangat baik hati serta pandai bergaul, tetapi dia agak lamban dan kurang disiplin. Apalagi pemimpin yang berprestasi, kinerjanya menonjol serta pandai bergaul, tetapi dia sangat sibuk dengan pekerjaannya sendiri, sehingga orang lain tidak tahu apa yang sedang dikerjakannya. Dia tidak pernah membimbing bawahannya. Namun ada juga pemimpin yang dicintai, kerjanya sungguh-sungguh dan suka membimbing, tetapi setelah sekian tahun para pengikutnya mulai menyadari bahwa bimbingan yang diberikan, dirasakan bertentangan dengan suara hati nurani.

Tingkat keberhasilan seseorang sangat ditentukan pada seberapa tinggi tingkat kepemimpinannya. Tingkat kepemimpinan seseorang juga menentukan seberapa besar dan seberapa jauh tingkat pengaruhnya. Begitu banyak pemimpin-pemimpin populer caliber dunia yang dilahirkan di muka bumi ini, tetapi pengaruhnya hanya beberapa waktu saja. Kemudian pengaruhnya hilang ditelan zaman. Sebut saja Winston Churchill, Leonid Bresnev, Jendral Mc Arthur, Kaisar Hirohito. Semua hanya tinggal kenangan saja, pengaruhnya bisa dikatakan hilang atau bisa dikatakan sedikit yang tersisa. Tetapi pemimpin-pemimpin yang diturunkan Tuhan, seperti Daud, Musa, Ibrahim Muhammad dll pengaruhnya begitu kuat, meskipun mereka telah tiada. Kepemimpinan mereka, sanagt sesuai dengan hati nurani, bisa diterima akal sehat atau logika. Itulah yang menyebabkan keabadian pengaruh dari para Nabi dan Rasul.

Berdasarkan kondisi diatas, jika kita ingin menjadi pemimpin yang baik, maka kita harus melewati tangga kepemimpinan sebagaimana Rasulullah Saw.

Pemimpin yang dicintai
Kita bisa mencintai orang lain tanpa memimpin mereka, tetapi kita tidak bisa memimpin orang lain tanpa mencintai dan dicintai mereka. Pernyataan ini, dapat melukiskan bahwa seorang pemimpin harus mampu berhubungan secara baik dengan orang lain, dengan dicintai mereka menunjukkan prestasi kerja yang telah kita kerjakan. Tangga ini tidak boleh tidak dilewati, apabila dilewati akibatnya orang lain tidak akan mendukung kita, karena mereka tidak menyukai kita.

Berdasarkan buku sejarah Hidup Muhammad yang menambah dakwah itu berkembang sebenarnya karena teladan yang diberikan oleh Nabi Muhammad sangat baik sekali; hak setiap orang ditunaikan. Pandangannya kepada orang lemah, terhadap piatu, orang yang sengsara dan miskin adalah pandangan seorang yang penuh kasih dan lemah lembut. Nabi Muhammad telah melalui tangga ini untuk menjadi seorang pemimpin yang dicintai. Beliau juga orang yang sangat jujur, sehingga dijuluki al-Amin atau orang yang dipercaya, inilah contoh sifat seorang pemimpin yang adil dan bijaksana.

Pemimpin yang dipercaya.
Pernah suatu saat Uthbah berbicara kepada Nabi Muhammad, orang Quraisy ini menawarkan harta, pangkat, bahkan kedudukan sebagai raja. Muhammad menjawab dengan membacakan surat as-Sajadah ayat 1,2,3, Uthbah diam mendengarkan kata-kata yang begitu indah. Dilihatnya sekarang yang berdiri bukanlah laki-laki yang didorong oleh ambisi harta, ingin kedudukan atau kerajaan - melainkan orang yang ingin menunjukkan jalan kebenaran, mengajak orang kepada kebaikan. Ia mempertahankan sesuatu dengan cara baik dengan kata-kata yang penuh mukjizat. Inilah kepemimpinan yang bisa dipercaya, ia memegang teguh prinsip tidak tergoda oleh rayua harta atau kedudukan, yang akan menghancurkan dan menarik kepercayaan yang telah diperolehnya dari pengikutnya. Bahkan Nabi Muhammad mampu menolak tawaran tersebut dengan cara mempesona.

Pembimbing
Seorang pemimpin yang berhasil bukanlah karena kekuasaannya, tetapi karena kemampuannya memberikan motivasi dan kekuatan kepada orang lain. Seorang pemimpin bisa dikatakan gagal apabila tidak berhasil memiliki penerus. Pada tangga inilah puncak loyalitas dari pengikutnya akan terbentuk. Tangga pertama akan menghasilkan pemimpin yang dicintai; tangga kedua akan menghasilkan pemimpin yang memperoleh kepercayaan karena integritasnya; dan pada tangga ketiga ini akan tercipta loyalitas, kader penerus dan sekaligus meraih kesetiaan dari pengikutnya.

Rasulullah sering memberikan nasehat, petunjuk, serta contoh kepada para sahabatnya untuk membimbing mereka guna mencapai kebahagiaan. Hampir semua nasehat, contoh-contoh perilaku Nabi Muhammad diabadikan di dalam buku hadisnya. Hingga saat ini pemikiran itu tetap bisa memperoleh bimbingannya, meski sudah usia 1400 tahun lebih lamanya! Inilah contoh bimbingan dan metode pendelegasian yang sempurna dari Nabi Muhammad sehingga pengaruhnya masih tetap kuat hingga kini.

Pemimpin yang berkepribadian
Pada waktu perang Badar Nabi Muhammad beserta rombongannya berhenti di dekat mata air, ada seorang yang bernama Hubab bin Mundhir bin Jamuh, orang yang paling banyak mengenal tempat itu, setelah dilihatnya Nabi turun di tempat tersebut, ia bertanya “Rasulullah, bagaimana pendapat tuan berhenti di tempat ini? Kalau ini sudah wahyu Tuhan, kita tak akan maju dan mundur setapak pun dari tempat ini. Atau ini hanya taktik belaka? Sekedar pendapat dan taktik perang,” jawab Muhammad. “Rasulullah, kalai begitu, tidak tepat kitaa berhenti disini, mari kita pindah sampai ke tempat mata air terdekat dari mereka (musuh), lalu sumur-sumur kering yang dibelakang itu kita timbun. Selanjutnya kita membuat kolam, kita isi air sepenuhnya. Barulah kita hadapi mereka berperang. Kita akan mendapat air minum, mereka tidak.” Melihat saran yang begitu tepat itu, Muhammad dan rombongannya segera bersiap-siap mengikuti pendapat temannya itu.

Inilah sebuah teladan dari sikap demokratis Nabi Muhammad dimana dia mendahulukan dan mendukung pendapat dari salah satu anak buahnya di muka para pengikutnya, meskipun di adalah seorang Rasul yang sangat disegani.

Pemimpin Abadi
Saat ini memang ada pemimpin yang sudah dicintai, dipercaya, dan juga pembimbing yang baik, tetapi umumnya pengaruhnya berhenti pada suatu masa saja. Sifat ajaran Nabi Muhammad adalah intelektual dan spiritual. Prinsipnya adalah mengarahkan orang kepada kebenaran, kebaikan, kemajuan, dan keberhasilan. Metode ilmiah demikian ini adalah yang terbaik yang pernah ada di muka bumi ini, khususnya di bidang kepemimpinan dan akhlak, yang mampu memberikan kemerdekaan berpikir dan tidak menentang kehendak hati nurani yang bebas, tidak ada unsur paksaan yang menekan perasaan.

Apabila semakin kita pelajari kepribadiannya, nasehat dan ajarannya maka terasa begitu alami dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Inilah tingkat kepemimpinan yang tinggi yaitu pemimpin yang abadi cara berpikir dan pengaruhnya akan terus berjalan samapai akhir zaman. Inilah dasar yang diletakkan oleh Nabi Muhammad dalam membangun perdaban baru yang sesuai dengan fitrah manusia. - See more at: http://fahmyzone.blogspot.com/2015/03/prinsip-dan-tangga-kepemimpinan.html#sthash.ruXCKx1h.dpuf



Selama ini banyak pemahaman yang keliru tentang arti pemimpin. Pada umumnya orang melihat pemimpin adalah sebuah kedudukan atau sebuah posisi semata dengan menghalalkan berbagai cara dalam mencapainya tujuan tersebut. Mulai dari membeli kedudukan dengan uang, menjilah atasan, menyikut kanan-kiri atau cara lain demi mengejar posisi pemimpin. Akibatnya hal tersebut melahirkan pemimpin yang tidak dicintai, tidak disegani, tidak ditaati, dan bahkan dibenci. Pemimpin ini akan mempergunakan kekuasaannya untuk mengarahkan, memperalat, ataupun menguasai orang lain, supaya orang lain mengikutinya.

Disekitar kita, banyak sekali contoh pemimpin dengan tipikal, gaya dan prinsipnya masing-masing. Ada pemimpin yang sangat menonjol prestasi kerja dan integritasnya, tetapi tidak dicintai oleh lingkungannya. Sebaliknya ada seorang pemimpin yang ramah dan peka sangat baik hati serta pandai bergaul, tetapi dia agak lamban dan kurang disiplin. Apalagi pemimpin yang berprestasi, kinerjanya menonjol serta pandai bergaul, tetapi dia sangat sibuk dengan pekerjaannya sendiri, sehingga orang lain tidak tahu apa yang sedang dikerjakannya. Dia tidak pernah membimbing bawahannya. Namun ada juga pemimpin yang dicintai, kerjanya sungguh-sungguh dan suka membimbing, tetapi setelah sekian tahun para pengikutnya mulai menyadari bahwa bimbingan yang diberikan, dirasakan bertentangan dengan suara hati nurani.

Tingkat keberhasilan seseorang sangat ditentukan pada seberapa tinggi tingkat kepemimpinannya. Tingkat kepemimpinan seseorang juga menentukan seberapa besar dan seberapa jauh tingkat pengaruhnya. Begitu banyak pemimpin-pemimpin populer caliber dunia yang dilahirkan di muka bumi ini, tetapi pengaruhnya hanya beberapa waktu saja. Kemudian pengaruhnya hilang ditelan zaman. Sebut saja Winston Churchill, Leonid Bresnev, Jendral Mc Arthur, Kaisar Hirohito. Semua hanya tinggal kenangan saja, pengaruhnya bisa dikatakan hilang atau bisa dikatakan sedikit yang tersisa. Tetapi pemimpin-pemimpin yang diturunkan Tuhan, seperti Daud, Musa, Ibrahim Muhammad dll pengaruhnya begitu kuat, meskipun mereka telah tiada. Kepemimpinan mereka, sanagt sesuai dengan hati nurani, bisa diterima akal sehat atau logika. Itulah yang menyebabkan keabadian pengaruh dari para Nabi dan Rasul.

Berdasarkan kondisi diatas, jika kita ingin menjadi pemimpin yang baik, maka kita harus melewati tangga kepemimpinan sebagaimana Rasulullah Saw.

Pemimpin yang dicintai
Kita bisa mencintai orang lain tanpa memimpin mereka, tetapi kita tidak bisa memimpin orang lain tanpa mencintai dan dicintai mereka. Pernyataan ini, dapat melukiskan bahwa seorang pemimpin harus mampu berhubungan secara baik dengan orang lain, dengan dicintai mereka menunjukkan prestasi kerja yang telah kita kerjakan. Tangga ini tidak boleh tidak dilewati, apabila dilewati akibatnya orang lain tidak akan mendukung kita, karena mereka tidak menyukai kita.

Berdasarkan buku sejarah Hidup Muhammad yang menambah dakwah itu berkembang sebenarnya karena teladan yang diberikan oleh Nabi Muhammad sangat baik sekali; hak setiap orang ditunaikan. Pandangannya kepada orang lemah, terhadap piatu, orang yang sengsara dan miskin adalah pandangan seorang yang penuh kasih dan lemah lembut. Nabi Muhammad telah melalui tangga ini untuk menjadi seorang pemimpin yang dicintai. Beliau juga orang yang sangat jujur, sehingga dijuluki al-Amin atau orang yang dipercaya, inilah contoh sifat seorang pemimpin yang adil dan bijaksana.

Pemimpin yang dipercaya.
Pernah suatu saat Uthbah berbicara kepada Nabi Muhammad, orang Quraisy ini menawarkan harta, pangkat, bahkan kedudukan sebagai raja. Muhammad menjawab dengan membacakan surat as-Sajadah ayat 1,2,3, Uthbah diam mendengarkan kata-kata yang begitu indah. Dilihatnya sekarang yang berdiri bukanlah laki-laki yang didorong oleh ambisi harta, ingin kedudukan atau kerajaan - melainkan orang yang ingin menunjukkan jalan kebenaran, mengajak orang kepada kebaikan. Ia mempertahankan sesuatu dengan cara baik dengan kata-kata yang penuh mukjizat. Inilah kepemimpinan yang bisa dipercaya, ia memegang teguh prinsip tidak tergoda oleh rayua harta atau kedudukan, yang akan menghancurkan dan menarik kepercayaan yang telah diperolehnya dari pengikutnya. Bahkan Nabi Muhammad mampu menolak tawaran tersebut dengan cara mempesona.

Pembimbing
Seorang pemimpin yang berhasil bukanlah karena kekuasaannya, tetapi karena kemampuannya memberikan motivasi dan kekuatan kepada orang lain. Seorang pemimpin bisa dikatakan gagal apabila tidak berhasil memiliki penerus. Pada tangga inilah puncak loyalitas dari pengikutnya akan terbentuk. Tangga pertama akan menghasilkan pemimpin yang dicintai; tangga kedua akan menghasilkan pemimpin yang memperoleh kepercayaan karena integritasnya; dan pada tangga ketiga ini akan tercipta loyalitas, kader penerus dan sekaligus meraih kesetiaan dari pengikutnya.

Rasulullah sering memberikan nasehat, petunjuk, serta contoh kepada para sahabatnya untuk membimbing mereka guna mencapai kebahagiaan. Hampir semua nasehat, contoh-contoh perilaku Nabi Muhammad diabadikan di dalam buku hadisnya. Hingga saat ini pemikiran itu tetap bisa memperoleh bimbingannya, meski sudah usia 1400 tahun lebih lamanya! Inilah contoh bimbingan dan metode pendelegasian yang sempurna dari Nabi Muhammad sehingga pengaruhnya masih tetap kuat hingga kini.

Pemimpin yang berkepribadian
Pada waktu perang Badar Nabi Muhammad beserta rombongannya berhenti di dekat mata air, ada seorang yang bernama Hubab bin Mundhir bin Jamuh, orang yang paling banyak mengenal tempat itu, setelah dilihatnya Nabi turun di tempat tersebut, ia bertanya “Rasulullah, bagaimana pendapat tuan berhenti di tempat ini? Kalau ini sudah wahyu Tuhan, kita tak akan maju dan mundur setapak pun dari tempat ini. Atau ini hanya taktik belaka? Sekedar pendapat dan taktik perang,” jawab Muhammad. “Rasulullah, kalai begitu, tidak tepat kitaa berhenti disini, mari kita pindah sampai ke tempat mata air terdekat dari mereka (musuh), lalu sumur-sumur kering yang dibelakang itu kita timbun. Selanjutnya kita membuat kolam, kita isi air sepenuhnya. Barulah kita hadapi mereka berperang. Kita akan mendapat air minum, mereka tidak.” Melihat saran yang begitu tepat itu, Muhammad dan rombongannya segera bersiap-siap mengikuti pendapat temannya itu.

Inilah sebuah teladan dari sikap demokratis Nabi Muhammad dimana dia mendahulukan dan mendukung pendapat dari salah satu anak buahnya di muka para pengikutnya, meskipun di adalah seorang Rasul yang sangat disegani.

Pemimpin Abadi
Saat ini memang ada pemimpin yang sudah dicintai, dipercaya, dan juga pembimbing yang baik, tetapi umumnya pengaruhnya berhenti pada suatu masa saja. Sifat ajaran Nabi Muhammad adalah intelektual dan spiritual. Prinsipnya adalah mengarahkan orang kepada kebenaran, kebaikan, kemajuan, dan keberhasilan. Metode ilmiah demikian ini adalah yang terbaik yang pernah ada di muka bumi ini, khususnya di bidang kepemimpinan dan akhlak, yang mampu memberikan kemerdekaan berpikir dan tidak menentang kehendak hati nurani yang bebas, tidak ada unsur paksaan yang menekan perasaan.

Apabila semakin kita pelajari kepribadiannya, nasehat dan ajarannya maka terasa begitu alami dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Inilah tingkat kepemimpinan yang tinggi yaitu pemimpin yang abadi cara berpikir dan pengaruhnya akan terus berjalan samapai akhir zaman. Inilah dasar yang diletakkan oleh Nabi Muhammad dalam membangun perdaban baru yang sesuai dengan fitrah manusia. - See more at: http://fahmyzone.blogspot.com/2015/03/prinsip-dan-tangga-kepemimpinan.html#sthash.ruXCKx1h.dpuf
Selama ini banyak pemahaman yang keliru tentang arti pemimpin. Pada umumnya orang melihat pemimpin adalah sebuah kedudukan atau sebuah posisi semata dengan menghalalkan berbagai cara dalam mencapainya tujuan tersebut. Mulai dari membeli kedudukan dengan uang, menjilah atasan, menyikut kanan-kiri atau cara lain demi mengejar posisi pemimpin. Akibatnya hal tersebut melahirkan pemimpin yang tidak dicintai, tidak disegani, tidak ditaati, dan bahkan dibenci. Pemimpin ini akan mempergunakan kekuasaannya untuk mengarahkan, memperalat, ataupun menguasai orang lain, supaya orang lain mengikutinya.

Disekitar kita, banyak sekali contoh pemimpin dengan tipikal, gaya dan prinsipnya masing-masing. Ada pemimpin yang sangat menonjol prestasi kerja dan integritasnya, tetapi tidak dicintai oleh lingkungannya. Sebaliknya ada seorang pemimpin yang ramah dan peka sangat baik hati serta pandai bergaul, tetapi dia agak lamban dan kurang disiplin. Apalagi pemimpin yang berprestasi, kinerjanya menonjol serta pandai bergaul, tetapi dia sangat sibuk dengan pekerjaannya sendiri, sehingga orang lain tidak tahu apa yang sedang dikerjakannya. Dia tidak pernah membimbing bawahannya. Namun ada juga pemimpin yang dicintai, kerjanya sungguh-sungguh dan suka membimbing, tetapi setelah sekian tahun para pengikutnya mulai menyadari bahwa bimbingan yang diberikan, dirasakan bertentangan dengan suara hati nurani.

Tingkat keberhasilan seseorang sangat ditentukan pada seberapa tinggi tingkat kepemimpinannya. Tingkat kepemimpinan seseorang juga menentukan seberapa besar dan seberapa jauh tingkat pengaruhnya. Begitu banyak pemimpin-pemimpin populer caliber dunia yang dilahirkan di muka bumi ini, tetapi pengaruhnya hanya beberapa waktu saja. Kemudian pengaruhnya hilang ditelan zaman. Sebut saja Winston Churchill, Leonid Bresnev, Jendral Mc Arthur, Kaisar Hirohito. Semua hanya tinggal kenangan saja, pengaruhnya bisa dikatakan hilang atau bisa dikatakan sedikit yang tersisa. Tetapi pemimpin-pemimpin yang diturunkan Tuhan, seperti Daud, Musa, Ibrahim Muhammad dll pengaruhnya begitu kuat, meskipun mereka telah tiada. Kepemimpinan mereka, sanagt sesuai dengan hati nurani, bisa diterima akal sehat atau logika. Itulah yang menyebabkan keabadian pengaruh dari para Nabi dan Rasul.

Berdasarkan kondisi diatas, jika kita ingin menjadi pemimpin yang baik, maka kita harus melewati tangga kepemimpinan sebagaimana Rasulullah Saw.

Pemimpin yang dicintai
Kita bisa mencintai orang lain tanpa memimpin mereka, tetapi kita tidak bisa memimpin orang lain tanpa mencintai dan dicintai mereka. Pernyataan ini, dapat melukiskan bahwa seorang pemimpin harus mampu berhubungan secara baik dengan orang lain, dengan dicintai mereka menunjukkan prestasi kerja yang telah kita kerjakan. Tangga ini tidak boleh tidak dilewati, apabila dilewati akibatnya orang lain tidak akan mendukung kita, karena mereka tidak menyukai kita.

Berdasarkan buku sejarah Hidup Muhammad yang menambah dakwah itu berkembang sebenarnya karena teladan yang diberikan oleh Nabi Muhammad sangat baik sekali; hak setiap orang ditunaikan. Pandangannya kepada orang lemah, terhadap piatu, orang yang sengsara dan miskin adalah pandangan seorang yang penuh kasih dan lemah lembut. Nabi Muhammad telah melalui tangga ini untuk menjadi seorang pemimpin yang dicintai. Beliau juga orang yang sangat jujur, sehingga dijuluki al-Amin atau orang yang dipercaya, inilah contoh sifat seorang pemimpin yang adil dan bijaksana.

Pemimpin yang dipercaya.
Pernah suatu saat Uthbah berbicara kepada Nabi Muhammad, orang Quraisy ini menawarkan harta, pangkat, bahkan kedudukan sebagai raja. Muhammad menjawab dengan membacakan surat as-Sajadah ayat 1,2,3, Uthbah diam mendengarkan kata-kata yang begitu indah. Dilihatnya sekarang yang berdiri bukanlah laki-laki yang didorong oleh ambisi harta, ingin kedudukan atau kerajaan - melainkan orang yang ingin menunjukkan jalan kebenaran, mengajak orang kepada kebaikan. Ia mempertahankan sesuatu dengan cara baik dengan kata-kata yang penuh mukjizat. Inilah kepemimpinan yang bisa dipercaya, ia memegang teguh prinsip tidak tergoda oleh rayua harta atau kedudukan, yang akan menghancurkan dan menarik kepercayaan yang telah diperolehnya dari pengikutnya. Bahkan Nabi Muhammad mampu menolak tawaran tersebut dengan cara mempesona.

Pembimbing
Seorang pemimpin yang berhasil bukanlah karena kekuasaannya, tetapi karena kemampuannya memberikan motivasi dan kekuatan kepada orang lain. Seorang pemimpin bisa dikatakan gagal apabila tidak berhasil memiliki penerus. Pada tangga inilah puncak loyalitas dari pengikutnya akan terbentuk. Tangga pertama akan menghasilkan pemimpin yang dicintai; tangga kedua akan menghasilkan pemimpin yang memperoleh kepercayaan karena integritasnya; dan pada tangga ketiga ini akan tercipta loyalitas, kader penerus dan sekaligus meraih kesetiaan dari pengikutnya.

Rasulullah sering memberikan nasehat, petunjuk, serta contoh kepada para sahabatnya untuk membimbing mereka guna mencapai kebahagiaan. Hampir semua nasehat, contoh-contoh perilaku Nabi Muhammad diabadikan di dalam buku hadisnya. Hingga saat ini pemikiran itu tetap bisa memperoleh bimbingannya, meski sudah usia 1400 tahun lebih lamanya! Inilah contoh bimbingan dan metode pendelegasian yang sempurna dari Nabi Muhammad sehingga pengaruhnya masih tetap kuat hingga kini.

Pemimpin yang berkepribadian
Pada waktu perang Badar Nabi Muhammad beserta rombongannya berhenti di dekat mata air, ada seorang yang bernama Hubab bin Mundhir bin Jamuh, orang yang paling banyak mengenal tempat itu, setelah dilihatnya Nabi turun di tempat tersebut, ia bertanya “Rasulullah, bagaimana pendapat tuan berhenti di tempat ini? Kalau ini sudah wahyu Tuhan, kita tak akan maju dan mundur setapak pun dari tempat ini. Atau ini hanya taktik belaka? Sekedar pendapat dan taktik perang,” jawab Muhammad. “Rasulullah, kalai begitu, tidak tepat kitaa berhenti disini, mari kita pindah sampai ke tempat mata air terdekat dari mereka (musuh), lalu sumur-sumur kering yang dibelakang itu kita timbun. Selanjutnya kita membuat kolam, kita isi air sepenuhnya. Barulah kita hadapi mereka berperang. Kita akan mendapat air minum, mereka tidak.” Melihat saran yang begitu tepat itu, Muhammad dan rombongannya segera bersiap-siap mengikuti pendapat temannya itu.

Inilah sebuah teladan dari sikap demokratis Nabi Muhammad dimana dia mendahulukan dan mendukung pendapat dari salah satu anak buahnya di muka para pengikutnya, meskipun di adalah seorang Rasul yang sangat disegani.

Pemimpin Abadi
Saat ini memang ada pemimpin yang sudah dicintai, dipercaya, dan juga pembimbing yang baik, tetapi umumnya pengaruhnya berhenti pada suatu masa saja. Sifat ajaran Nabi Muhammad adalah intelektual dan spiritual. Prinsipnya adalah mengarahkan orang kepada kebenaran, kebaikan, kemajuan, dan keberhasilan. Metode ilmiah demikian ini adalah yang terbaik yang pernah ada di muka bumi ini, khususnya di bidang kepemimpinan dan akhlak, yang mampu memberikan kemerdekaan berpikir dan tidak menentang kehendak hati nurani yang bebas, tidak ada unsur paksaan yang menekan perasaan.

Apabila semakin kita pelajari kepribadiannya, nasehat dan ajarannya maka terasa begitu alami dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Inilah tingkat kepemimpinan yang tinggi yaitu pemimpin yang abadi cara berpikir dan pengaruhnya akan terus berjalan samapai akhir zaman. Inilah dasar yang diletakkan oleh Nabi Muhammad dalam membangun perdaban baru yang sesuai dengan fitrah manusia. - See more at: http://fahmyzone.blogspot.com/2015/03/prinsip-dan-tangga-kepemimpinan.html#sthash.ruXCKx1h.dpuf

Selama ini banyak pemahaman yang keliru tentang arti pemimpin. Pada umumnya orang melihat pemimpin adalah sebuah kedudukan atau sebuah posisi semata dengan menghalalkan berbagai cara dalam mencapainya tujuan tersebut. Mulai dari membeli kedudukan dengan uang, menjilah atasan, menyikut kanan-kiri atau cara lain demi mengejar posisi pemimpin. Akibatnya hal tersebut melahirkan pemimpin yang tidak dicintai, tidak disegani, tidak ditaati, dan bahkan dibenci. Pemimpin ini akan mempergunakan kekuasaannya untuk mengarahkan, memperalat, ataupun menguasai orang lain, supaya orang lain mengikutinya.

Disekitar kita, banyak sekali contoh pemimpin dengan tipikal, gaya dan prinsipnya masing-masing. Ada pemimpin yang sangat menonjol prestasi kerja dan integritasnya, tetapi tidak dicintai oleh lingkungannya. Sebaliknya ada seorang pemimpin yang ramah dan peka sangat baik hati serta pandai bergaul, tetapi dia agak lamban dan kurang disiplin. Apalagi pemimpin yang berprestasi, kinerjanya menonjol serta pandai bergaul, tetapi dia sangat sibuk dengan pekerjaannya sendiri, sehingga orang lain tidak tahu apa yang sedang dikerjakannya. Dia tidak pernah membimbing bawahannya. Namun ada juga pemimpin yang dicintai, kerjanya sungguh-sungguh dan suka membimbing, tetapi setelah sekian tahun para pengikutnya mulai menyadari bahwa bimbingan yang diberikan, dirasakan bertentangan dengan suara hati nurani.

Tingkat keberhasilan seseorang sangat ditentukan pada seberapa tinggi tingkat kepemimpinannya. Tingkat kepemimpinan seseorang juga menentukan seberapa besar dan seberapa jauh tingkat pengaruhnya. Begitu banyak pemimpin-pemimpin populer caliber dunia yang dilahirkan di muka bumi ini, tetapi pengaruhnya hanya beberapa waktu saja. Kemudian pengaruhnya hilang ditelan zaman. Sebut saja Winston Churchill, Leonid Bresnev, Jendral Mc Arthur, Kaisar Hirohito. Semua hanya tinggal kenangan saja, pengaruhnya bisa dikatakan hilang atau bisa dikatakan sedikit yang tersisa. Tetapi pemimpin-pemimpin yang diturunkan Tuhan, seperti Daud, Musa, Ibrahim Muhammad dll pengaruhnya begitu kuat, meskipun mereka telah tiada. Kepemimpinan mereka, sanagt sesuai dengan hati nurani, bisa diterima akal sehat atau logika. Itulah yang menyebabkan keabadian pengaruh dari para Nabi dan Rasul.

Berdasarkan kondisi diatas, jika kita ingin menjadi pemimpin yang baik, maka kita harus melewati tangga kepemimpinan sebagaimana Rasulullah Saw.

Pemimpin yang dicintai
Kita bisa mencintai orang lain tanpa memimpin mereka, tetapi kita tidak bisa memimpin orang lain tanpa mencintai dan dicintai mereka. Pernyataan ini, dapat melukiskan bahwa seorang pemimpin harus mampu berhubungan secara baik dengan orang lain, dengan dicintai mereka menunjukkan prestasi kerja yang telah kita kerjakan. Tangga ini tidak boleh tidak dilewati, apabila dilewati akibatnya orang lain tidak akan mendukung kita, karena mereka tidak menyukai kita.

Berdasarkan buku sejarah Hidup Muhammad yang menambah dakwah itu berkembang sebenarnya karena teladan yang diberikan oleh Nabi Muhammad sangat baik sekali; hak setiap orang ditunaikan. Pandangannya kepada orang lemah, terhadap piatu, orang yang sengsara dan miskin adalah pandangan seorang yang penuh kasih dan lemah lembut. Nabi Muhammad telah melalui tangga ini untuk menjadi seorang pemimpin yang dicintai. Beliau juga orang yang sangat jujur, sehingga dijuluki al-Amin atau orang yang dipercaya, inilah contoh sifat seorang pemimpin yang adil dan bijaksana.

Pemimpin yang dipercaya.
Pernah suatu saat Uthbah berbicara kepada Nabi Muhammad, orang Quraisy ini menawarkan harta, pangkat, bahkan kedudukan sebagai raja. Muhammad menjawab dengan membacakan surat as-Sajadah ayat 1,2,3, Uthbah diam mendengarkan kata-kata yang begitu indah. Dilihatnya sekarang yang berdiri bukanlah laki-laki yang didorong oleh ambisi harta, ingin kedudukan atau kerajaan - melainkan orang yang ingin menunjukkan jalan kebenaran, mengajak orang kepada kebaikan. Ia mempertahankan sesuatu dengan cara baik dengan kata-kata yang penuh mukjizat. Inilah kepemimpinan yang bisa dipercaya, ia memegang teguh prinsip tidak tergoda oleh rayua harta atau kedudukan, yang akan menghancurkan dan menarik kepercayaan yang telah diperolehnya dari pengikutnya. Bahkan Nabi Muhammad mampu menolak tawaran tersebut dengan cara mempesona.

Pembimbing
Seorang pemimpin yang berhasil bukanlah karena kekuasaannya, tetapi karena kemampuannya memberikan motivasi dan kekuatan kepada orang lain. Seorang pemimpin bisa dikatakan gagal apabila tidak berhasil memiliki penerus. Pada tangga inilah puncak loyalitas dari pengikutnya akan terbentuk. Tangga pertama akan menghasilkan pemimpin yang dicintai; tangga kedua akan menghasilkan pemimpin yang memperoleh kepercayaan karena integritasnya; dan pada tangga ketiga ini akan tercipta loyalitas, kader penerus dan sekaligus meraih kesetiaan dari pengikutnya.

Rasulullah sering memberikan nasehat, petunjuk, serta contoh kepada para sahabatnya untuk membimbing mereka guna mencapai kebahagiaan. Hampir semua nasehat, contoh-contoh perilaku Nabi Muhammad diabadikan di dalam buku hadisnya. Hingga saat ini pemikiran itu tetap bisa memperoleh bimbingannya, meski sudah usia 1400 tahun lebih lamanya! Inilah contoh bimbingan dan metode pendelegasian yang sempurna dari Nabi Muhammad sehingga pengaruhnya masih tetap kuat hingga kini.

Pemimpin yang berkepribadian
Pada waktu perang Badar Nabi Muhammad beserta rombongannya berhenti di dekat mata air, ada seorang yang bernama Hubab bin Mundhir bin Jamuh, orang yang paling banyak mengenal tempat itu, setelah dilihatnya Nabi turun di tempat tersebut, ia bertanya “Rasulullah, bagaimana pendapat tuan berhenti di tempat ini? Kalau ini sudah wahyu Tuhan, kita tak akan maju dan mundur setapak pun dari tempat ini. Atau ini hanya taktik belaka? Sekedar pendapat dan taktik perang,” jawab Muhammad. “Rasulullah, kalai begitu, tidak tepat kitaa berhenti disini, mari kita pindah sampai ke tempat mata air terdekat dari mereka (musuh), lalu sumur-sumur kering yang dibelakang itu kita timbun. Selanjutnya kita membuat kolam, kita isi air sepenuhnya. Barulah kita hadapi mereka berperang. Kita akan mendapat air minum, mereka tidak.” Melihat saran yang begitu tepat itu, Muhammad dan rombongannya segera bersiap-siap mengikuti pendapat temannya itu.

Inilah sebuah teladan dari sikap demokratis Nabi Muhammad dimana dia mendahulukan dan mendukung pendapat dari salah satu anak buahnya di muka para pengikutnya, meskipun di adalah seorang Rasul yang sangat disegani.

Pemimpin Abadi
Saat ini memang ada pemimpin yang sudah dicintai, dipercaya, dan juga pembimbing yang baik, tetapi umumnya pengaruhnya berhenti pada suatu masa saja. Sifat ajaran Nabi Muhammad adalah intelektual dan spiritual. Prinsipnya adalah mengarahkan orang kepada kebenaran, kebaikan, kemajuan, dan keberhasilan. Metode ilmiah demikian ini adalah yang terbaik yang pernah ada di muka bumi ini, khususnya di bidang kepemimpinan dan akhlak, yang mampu memberikan kemerdekaan berpikir dan tidak menentang kehendak hati nurani yang bebas, tidak ada unsur paksaan yang menekan perasaan.

Apabila semakin kita pelajari kepribadiannya, nasehat dan ajarannya maka terasa begitu alami dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Inilah tingkat kepemimpinan yang tinggi yaitu pemimpin yang abadi cara berpikir dan pengaruhnya akan terus berjalan samapai akhir zaman. Inilah dasar yang diletakkan oleh Nabi Muhammad dalam membangun perdaban baru yang sesuai dengan fitrah manusia. - See more at: http://fahmyzone.blogspot.com/2015/03/prinsip-dan-tangga-kepemimpinan.html#sthash.ruXCKx1h.dpuf

Selama ini banyak pemahaman yang keliru tentang arti pemimpin. Pada umumnya orang melihat pemimpin adalah sebuah kedudukan atau sebuah posisi semata dengan menghalalkan berbagai cara dalam mencapainya tujuan tersebut. Mulai dari membeli kedudukan dengan uang, menjilah atasan, menyikut kanan-kiri atau cara lain demi mengejar posisi pemimpin. Akibatnya hal tersebut melahirkan pemimpin yang tidak dicintai, tidak disegani, tidak ditaati, dan bahkan dibenci. Pemimpin ini akan mempergunakan kekuasaannya untuk mengarahkan, memperalat, ataupun menguasai orang lain, supaya orang lain mengikutinya.

Disekitar kita, banyak sekali contoh pemimpin dengan tipikal, gaya dan prinsipnya masing-masing. Ada pemimpin yang sangat menonjol prestasi kerja dan integritasnya, tetapi tidak dicintai oleh lingkungannya. Sebaliknya ada seorang pemimpin yang ramah dan peka sangat baik hati serta pandai bergaul, tetapi dia agak lamban dan kurang disiplin. Apalagi pemimpin yang berprestasi, kinerjanya menonjol serta pandai bergaul, tetapi dia sangat sibuk dengan pekerjaannya sendiri, sehingga orang lain tidak tahu apa yang sedang dikerjakannya. Dia tidak pernah membimbing bawahannya. Namun ada juga pemimpin yang dicintai, kerjanya sungguh-sungguh dan suka membimbing, tetapi setelah sekian tahun para pengikutnya mulai menyadari bahwa bimbingan yang diberikan, dirasakan bertentangan dengan suara hati nurani.

Tingkat keberhasilan seseorang sangat ditentukan pada seberapa tinggi tingkat kepemimpinannya. Tingkat kepemimpinan seseorang juga menentukan seberapa besar dan seberapa jauh tingkat pengaruhnya. Begitu banyak pemimpin-pemimpin populer caliber dunia yang dilahirkan di muka bumi ini, tetapi pengaruhnya hanya beberapa waktu saja. Kemudian pengaruhnya hilang ditelan zaman. Sebut saja Winston Churchill, Leonid Bresnev, Jendral Mc Arthur, Kaisar Hirohito. Semua hanya tinggal kenangan saja, pengaruhnya bisa dikatakan hilang atau bisa dikatakan sedikit yang tersisa. Tetapi pemimpin-pemimpin yang diturunkan Tuhan, seperti Daud, Musa, Ibrahim Muhammad dll pengaruhnya begitu kuat, meskipun mereka telah tiada. Kepemimpinan mereka, sanagt sesuai dengan hati nurani, bisa diterima akal sehat atau logika. Itulah yang menyebabkan keabadian pengaruh dari para Nabi dan Rasul.

Berdasarkan kondisi diatas, jika kita ingin menjadi pemimpin yang baik, maka kita harus melewati tangga kepemimpinan sebagaimana Rasulullah Saw.

Pemimpin yang dicintai
Kita bisa mencintai orang lain tanpa memimpin mereka, tetapi kita tidak bisa memimpin orang lain tanpa mencintai dan dicintai mereka. Pernyataan ini, dapat melukiskan bahwa seorang pemimpin harus mampu berhubungan secara baik dengan orang lain, dengan dicintai mereka menunjukkan prestasi kerja yang telah kita kerjakan. Tangga ini tidak boleh tidak dilewati, apabila dilewati akibatnya orang lain tidak akan mendukung kita, karena mereka tidak menyukai kita.

Berdasarkan buku sejarah Hidup Muhammad yang menambah dakwah itu berkembang sebenarnya karena teladan yang diberikan oleh Nabi Muhammad sangat baik sekali; hak setiap orang ditunaikan. Pandangannya kepada orang lemah, terhadap piatu, orang yang sengsara dan miskin adalah pandangan seorang yang penuh kasih dan lemah lembut. Nabi Muhammad telah melalui tangga ini untuk menjadi seorang pemimpin yang dicintai. Beliau juga orang yang sangat jujur, sehingga dijuluki al-Amin atau orang yang dipercaya, inilah contoh sifat seorang pemimpin yang adil dan bijaksana.

Pemimpin yang dipercaya.
Pernah suatu saat Uthbah berbicara kepada Nabi Muhammad, orang Quraisy ini menawarkan harta, pangkat, bahkan kedudukan sebagai raja. Muhammad menjawab dengan membacakan surat as-Sajadah ayat 1,2,3, Uthbah diam mendengarkan kata-kata yang begitu indah. Dilihatnya sekarang yang berdiri bukanlah laki-laki yang didorong oleh ambisi harta, ingin kedudukan atau kerajaan - melainkan orang yang ingin menunjukkan jalan kebenaran, mengajak orang kepada kebaikan. Ia mempertahankan sesuatu dengan cara baik dengan kata-kata yang penuh mukjizat. Inilah kepemimpinan yang bisa dipercaya, ia memegang teguh prinsip tidak tergoda oleh rayua harta atau kedudukan, yang akan menghancurkan dan menarik kepercayaan yang telah diperolehnya dari pengikutnya. Bahkan Nabi Muhammad mampu menolak tawaran tersebut dengan cara mempesona.

Pembimbing
Seorang pemimpin yang berhasil bukanlah karena kekuasaannya, tetapi karena kemampuannya memberikan motivasi dan kekuatan kepada orang lain. Seorang pemimpin bisa dikatakan gagal apabila tidak berhasil memiliki penerus. Pada tangga inilah puncak loyalitas dari pengikutnya akan terbentuk. Tangga pertama akan menghasilkan pemimpin yang dicintai; tangga kedua akan menghasilkan pemimpin yang memperoleh kepercayaan karena integritasnya; dan pada tangga ketiga ini akan tercipta loyalitas, kader penerus dan sekaligus meraih kesetiaan dari pengikutnya.

Rasulullah sering memberikan nasehat, petunjuk, serta contoh kepada para sahabatnya untuk membimbing mereka guna mencapai kebahagiaan. Hampir semua nasehat, contoh-contoh perilaku Nabi Muhammad diabadikan di dalam buku hadisnya. Hingga saat ini pemikiran itu tetap bisa memperoleh bimbingannya, meski sudah usia 1400 tahun lebih lamanya! Inilah contoh bimbingan dan metode pendelegasian yang sempurna dari Nabi Muhammad sehingga pengaruhnya masih tetap kuat hingga kini.

Pemimpin yang berkepribadian
Pada waktu perang Badar Nabi Muhammad beserta rombongannya berhenti di dekat mata air, ada seorang yang bernama Hubab bin Mundhir bin Jamuh, orang yang paling banyak mengenal tempat itu, setelah dilihatnya Nabi turun di tempat tersebut, ia bertanya “Rasulullah, bagaimana pendapat tuan berhenti di tempat ini? Kalau ini sudah wahyu Tuhan, kita tak akan maju dan mundur setapak pun dari tempat ini. Atau ini hanya taktik belaka? Sekedar pendapat dan taktik perang,” jawab Muhammad. “Rasulullah, kalai begitu, tidak tepat kitaa berhenti disini, mari kita pindah sampai ke tempat mata air terdekat dari mereka (musuh), lalu sumur-sumur kering yang dibelakang itu kita timbun. Selanjutnya kita membuat kolam, kita isi air sepenuhnya. Barulah kita hadapi mereka berperang. Kita akan mendapat air minum, mereka tidak.” Melihat saran yang begitu tepat itu, Muhammad dan rombongannya segera bersiap-siap mengikuti pendapat temannya itu.

Inilah sebuah teladan dari sikap demokratis Nabi Muhammad dimana dia mendahulukan dan mendukung pendapat dari salah satu anak buahnya di muka para pengikutnya, meskipun di adalah seorang Rasul yang sangat disegani.

Pemimpin Abadi
Saat ini memang ada pemimpin yang sudah dicintai, dipercaya, dan juga pembimbing yang baik, tetapi umumnya pengaruhnya berhenti pada suatu masa saja. Sifat ajaran Nabi Muhammad adalah intelektual dan spiritual. Prinsipnya adalah mengarahkan orang kepada kebenaran, kebaikan, kemajuan, dan keberhasilan. Metode ilmiah demikian ini adalah yang terbaik yang pernah ada di muka bumi ini, khususnya di bidang kepemimpinan dan akhlak, yang mampu memberikan kemerdekaan berpikir dan tidak menentang kehendak hati nurani yang bebas, tidak ada unsur paksaan yang menekan perasaan.

Apabila semakin kita pelajari kepribadiannya, nasehat dan ajarannya maka terasa begitu alami dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Inilah tingkat kepemimpinan yang tinggi yaitu pemimpin yang abadi cara berpikir dan pengaruhnya akan terus berjalan samapai akhir zaman. Inilah dasar yang diletakkan oleh Nabi Muhammad dalam membangun perdaban baru yang sesuai dengan fitrah manusia. - See more at: http://fahmyzone.blogspot.com/2015/03/prinsip-dan-tangga-kepemimpinan.html#sthash.ruXCKx1h.dpuf